Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi badan intelejen untuk mengintip negara lain sesuatu hal yang lumrah. Banyak cara bisa digunakan oleh pemerintah untuk melancarkan aksinya mendapatkan informasi.
Muhammad Salahuddien Manggalany selaku Wakil Ketua Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) menuturkan beberapa hal. Pertama, ia mengakui alat yang digunakan oleh badan intelijen untuk mengawasi negara lain bisa beragam, salah satunya jasa hacker atau peretas.
Kedua, keunggulan dari jasa tersebut adalah tahu perkembangan tren yang sedang berlangsung, contohnya teknologi. Mungkin dulu masih menggunakan metode penyadapan telepon, namun kini semua hal berada di dalam ranah online atau dunia maya. Maka sangat mungkin malicious software atau malware jahat menjadi salah satu metode yang digunakan demi mendapatkan informasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca:
Hacker Tiongkok Mata-matai Pemerintah SBY"Isu ini selalu menjadi perhatian semua negara, karena kita tidak tahu pihak mana yang memulai dan menyebarkan jika berada di ranah online," terang Salahuddien yang lebih dikenal dengan nama 'online' Didin Pataka, saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (15/4).
Didin mengatakan, perlindungan yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia terkait kegiatan spionase dari negara asing seperti Tiongkok adalah membentuk "tentara" khusus yang berwenang mengatur keamanan siber.
"Sayangnya hingga sekarang masih sekadar wacana. Padahal negara tetangga lain sudah punya dan berjalan dengan baik. Contohnya Malaysia, Singapura, dan Thailand," kata Didin lagi. Walau begitu, ia menilai pembentukan "badan tentara siber" adalah masalah prioritas.
"Kalau memang pemerintah kita serba memanfaatkan ranah online untuk beraktivitas dan menyimpan data, mungkin Pak Jokowi sudah seharusnya mempertimbangkan 'tentara siber'," lanjutnya.
Didin menyampaikan, walau kegiatan spionase dari suatu negara terhadap negara lain sifatnya wajar, namun apabila terjadi pelanggaran hukum dan kedaulatan, pemerintah tidak bisa sepenuhnya disalahkan dan diandalkan.
Menurutnya, hal terkecil yang bisa 'disumbang' dari tiap orang -- dari masyarakat hingga pemerintah -- adalah self-awareness atau kesadaran diri sendiri. Kesadaran di sini dalam artian, memiliki rasa sensitif terhadap proteksi data masing-masing.
"Mau sekecil apapun data yang kita miliki, kita harus tahu cara melindunginya. Harus tahu bedanya data pribadi dan mana yang bukan," ujar Didin.
Badan intelijen suatu negara, seperti yang dijelaskan Didin, memanfaatkan data-data dari yang berhasil dikumpulkan. Hal ini dinamakan metadata surveillance.
Nah, metadata surveillance itu berisikan kepingan data yang sudah dikumpulkan layaknya puzzle. Dari data kecil lalu terkumpul menjadi hal besar yang penting.
"Jadi, badan intelijen itu tak melulu 'mencuri' data yang besar, tapi dimulai dari yang kecil-kecil. Kesadaran pentingnya proteksi itu sangat dibutuhkan," tutup Didin.
(tyo/tyo)