Penggantian Kartu Kredit Berbasis Chip Picu Penipuan Massal

CNN Indonesia
Selasa, 20 Okt 2015 02:00 WIB
Jutaan warga Amerika Serikat baru-baru ini mendapatkan kartu kredit berbasis chip, tapi bagi sebagian orang ini justru jadi malapetaka.
Ilustrasi Chips pada Kartu Kredit (reuters/Mike Blake)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jutaan warga Amerika Serikat baru-baru ini mendapatkan kartu kredit dan kartu debit baru dengan menggunakan teknologi chip. Namun, kecanggihan chip ini malah membuat pusing berbagai masyarakat serta perusahaan.

Kartu kredit dengan chip ini bernama EMV (Europay, MasterCard, and Visa). Namun, penggantian kartu kredit dari yang biasa menjadi EMV ini bukanlah perkara yang mudah, sebagaimana dikatakan dalam USAtoday.com. Banyak kartu kredit yang harus diterbitkan kembali.

Berdasarkan hasil survei CreditCard.com disebutkan bahwa 40% orang Amerika telah menerima kartu chip EMV. Stephanie Ericksen dari Visa menyatakan bahwa Visa telah menerbitkan 151,8 juta kartu chip EMV. Ini terlihat sebagai jumlah yang cukup besar, namun sebenarnya jumlah tersebut baru merepresentasikan 20% dari total kartu kredit yang perlu diterbitkan kembali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini pun memberikan potensi terhadap penipuan. Banyak pelaku penipuan yang mengambil keuntungan dari situasi ini dengan menghubungi orang-orang melalui email dan menyatakan kartu kredit EMV mereka sedang diproses.

Para penipu meminta masyarakat untuk mengkonfirmasi dengan memberikan data-data personal mereka. Inilah yang menjadi berbahaya. Secara tidak langsung, para penipu bisa menggunakan data tersebut untuk mencuri identitas Anda.

Para penipu menggunakan akun email yang telah dibajak untuk mengirimkan email mereka kepada customer. Sebagaimana ditulis dalam USAtoday.com, para penipu biasanya mengirimkan email yang terlihat profesional dengan tatanan bahasa yang baik sehingga dapat mengelabui korbannya.

Selain itu, mereka biasanya mengirim email dengan kata pembuka yang bisa berlaku secara general, seperti “Dear Cardholder”, dan tidak spesifik menyebutkan nama tiap pelanggan. Masalah ini pun menghantui pemegang kartu kredit di Amerika Serikat.

caption-here..

Kerugian bagi Perekenomian Perusahaan Berlangganan

EMV juga ternyata membuat pusing berbagai perusahaan. Perusahaan streaming video dan musik, website kencan online, gym, dan perusahaan berbasis langganan ini ternyata kewalahan dan tidak dapat menangani ketika customer menerima kartu baru dan tidak memperbaharui akun mereka. Hal ini menjadi permasalahan rumit dikarenakan terdapat jutaan orang yang memiliki kartu kredit.

Netflix menyatakan bahwa minggu ini begitu banyak jumlah kartu kredit yang belum diperbaharui sehingga menjadi salah satu penyebab pertumbuhan pelanggan yang lambat belakangan ini, sebagaimana dikutip dari Aol.com.

Sejumlah akun pada situs video streaming banyak yang dibatalkan. Netflix.Inc yang memiliki sekitar 69 juta member dari seluruh dunia memperkirakan bahwa permasalahan ini akan terus berlanjut sampai kuarter berikutnya, di saat lebih banyak kartu dengan chip yang tersedia.

Layanan berlangganan atau subscribe memang saat ini semakin terkenal. Pelanggan bisa membayar berbagai hal secara otomatis melalui kartunya. Namun yang jadi permasalahan, pelanggan belakangan ini pelanggan tidak mengecek dan memperbaharui akunnya secara rutin tiap bulan untuk layanan jasa. Entah mereka lupa atau tidak mengetahui bahwa mereka butuh melakukan update terkait kartu kreditnya yang baru.

“Seringkali, jumlah kartu kredit tetaplah sama, namun masa berlakunya saja yang berubah”, kata Matt Schulz, analis kartu kredit senior pada CreditCards.com. Biasanya pembayaran tidak dapat dilakukan bila masa berlaku kartu berbeda.

Sebagaimana ditulis dalam Aol.com, perusahaan Recurly dari San Francisco yang mengatur pembayaran tagihan untuk lebih dari 1.900 pelanggan mengatakan bahwa mereka telah melihat sedikit peningkatan dari penolakan kartu kredit.

Dan Burkhart, CEO Recurly mengatakan Recurly memperbaharui akun customer secara otomatis ketika kartu kredit baru dikeluarkan, sehingga mereka tidak perlu lagi melakukannya update sendiri. Meskipun demikian, tidak semua bank ikut berpartisipasi dalam layanan tersebut.

Burkhart menyatakan bahwa perusahaan berlangganan ini akan menghadapi sedikit “turbulensi”, sebagaimana ketika pelanggan mendapatkan kartu kredit barunya, namun permasalahan tersebut akan dapat diatasi dalam beberapa bulan. Masalah ini pernah dihadapi juga oleh Netflix sebelumnya.

Setahun yang lalu, di Los Gatos, perusahaan dari California, terdapat sejumlah akun pelanggan yang sempat tertahan dikarenakan pemutusan data The Home Depot, di mana hal ini memaksa banyak customer yang berbelanja di toko perlengkapan rumah untuk memiliki kartu kredit baru.

Serupa dengan hal tersebut, IAC/InterActiveCorp, perusahaan asal New York yang memiliki situs kencan online seperti Match.com dan OkCupid, mengatakan bahwa tahun lalu kartu kredit yang tidak diperbaharui menjadi permasalahan pemutusan keamanan utama di Target dan Home Depot. Hal tersebut menghabiskan dana sebesar 5 juta US dollar dalam pendapatan tahunan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi.

Kartu kredit baru yang terus menghantui bisnis berlangganan ini akan tetap menjadi masalah selama beberapa bulan mendatang. Namun, sebagian besar kartu kredit di Amerika Serikat belum sepenuhnya berganti menjadi kartu kredit dengan chip atau EMV.

“Permasalahan ini tidak akan selesai dalam waktu dekat,” kata Schultz.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER