GERHANA MATAHARI TOTAL

Alasan Ilmuwan NASA Pilih Maba untuk Teliti GMT

Hani Nur Fajrina | CNN Indonesia
Selasa, 08 Mar 2016 10:30 WIB
Ada alasan khusus mengapa ilmuwan NASA memilih Maba, Halmahera, Maluku Utara, untuk meneliti fenomena Gerhana Matahari Total.
NASA dan Lapan kolaborasi dalam ekspedisi penelitian Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 di Halmahera, Manado Utara (CNN Indonesia/Hani Nur Fajrina)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) rela terbang jauh dari negara asalnya untuk bisa menyaksikan dan meneliti Gerhana Matahari Total (GMT) pada 9 Maret 2016. Lokasinya pun dipilih di daerah Maba, Maluku Utara.

Tentu ada alasan mengapa NASA memilih kawasan tersebut. Sebab, selain Jakarta, ada 12 provinsi lainnya yang menjadi titik terbaik pengamatan GMT, yaitu Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.

Saat melakukan jumpa pers di Jakarta, akhir pekan lalu, perwakilan NASA yang berasal dari Goddard Space Flight Center Nat Gopalswamy dan Nelson Reginald menyatakan mereka memilih Maba sebagai lokasi penelitian karena kawasan ini memang mendapatkan totalitas gerhana 100 persen paling lama, yakni sekitar 3 menit.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) sebagai mitra kolaborasi NASA dalam ekspedisi GMT 2016 ini turut menambahkan beberapa alasan mengapa Maba dipilih.

"Maba yang terletak di Halmahera, Maluku Utara menjadi titik paling jauh untuk pengamatan gerhana kali ini. Selain akan mengalami puncak gerhana terlama, Maba memiliki kondisi iklim jauh lebih baik dibanding lokasi lain," ucap peneliti Lapan, Sungging Mumpuni.

Wilayah Maba, menurut Sungging, juga dikenal minim curah hujan dan gumpalan awan yang mampu membuat langit menjadi mendung dan gelap.

Tentunya kolaborasi dua badan antariksa ini merupakan kesempatan berharga dalam berbagi pengetahuan, pengalaman, serta data ilmiah yang dapat menyingkap fakta atau informasi baru mengenai fenomena GMT.

NASA membawa peralatan mumpuni sendiri langsung dari AS yang terdiri dari instrumen coronagraph dan polarization camera. Polarization camera dijelaskan oleh Reginald, memiliki 20 ribu lebih pixel dan mampu menangkap 4 gambar gerhana sekaligus sesuai pola yang sudah diatur sehingga hasilnya nanti bisa memberi citra jelas mengenai prosesnya.

Gopalswamy yang merupakan pimpinan investigasi ekspedisi GMT ini turut menambahkan, penting bagi NASA untuk mengamati Matahari selama gerhana berlangsung. Ia menuturkan, tim penelitian perlu mengidentifikasi mengenai peluang Matahari 'memuntahkan' coronal mass ejection (CME).

"CME seringkali diletupkan dan meluncur ke luar dari Matahari diiringi oleh solar flare. Kami selalu tertarik mengamati CME yang memiliki kecepatan mulai dari 100 kilometer per detik hingga 3.000 kilometer per detik," jelas Gopalswamy.

Diketahui CME yang sering dianalogikan seperti peluru meriam merupakan ledakan besar dari gas dan medan magnet yang timbul dari korona Matahari dan dilepaskan ke angin Matahari. Ia mengandung materi panas bernama plasma.

Berbeda dengan solar flare atau suar Matahari yang memuat banyak partikel energi dan bentuknya berupa cahaya. Ia bergerak secepat cahaya dan bisa menggapai Bumi hanya dalam hitungan menit.

Dari situ, tim NASA ingin memantau pergerakan Matahari selama proses GMT. Hal ini selaras dengan apa yang dilontarkan oleh peneliti astronomi Observatorium Bosscha Moedji Raharto mengenai pentingnya mengamati apa yang terjadi di antariksa selama GMT berlangsung, khususnya lingkungan di sekitar Matahari yang sekiranya memiliki pengaruh bagi Bumi.

Selain mengamati apa yang terjadi pada Matahari selama gerhana berlangsung, tim Lapan dan NASA juga berharap bisa temukan informasi baru di korona Matahari. Sungging mengatakan, tim peneliti pernah menemukan elemen besi di korona Matahari.

"Kami harap ada data baru lagi dari penelitian sang surya kali ini, semoga saja," tutup Sungging.

(tyo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER