DPR Kritik Rencana Penurunan Tarif Interkoneksi Seluler

Hani Nur Fajrina | CNN Indonesia
Rabu, 24 Agu 2016 20:06 WIB
Komisi I DPR mengkritik rencana penurunan tarif interkoneksi industri seluler, tetapi Menkominfo Rudiantara interkoneksi adalah hak dan kewajiban operator.
Ilustrasi. (Buechewurm_65/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi I DPR mengkritik tajam rencana penurunan tarif interkoneksi industri seluler yang disiapkan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dalam sidang rapat kerja pada Rabu (24/8).

Kebijakan tarif interkoneksi ini rencananya akan diterapkan per 1 September mendatang, dan pihak Kemenkominfo telah mengeluarkan Surat Edaran Kemkominfo No.115/M.Kominfo/PI.0204.08/2016. Di dalamnya berisi penurunan tarif interkoneksi sebesar 26 persen menjadi Rp204 bagi semua operator di Indonesia.

Menurut Rudiantara, interkoneksi adalah hak dan kewajiban bagi semua penyedia operator. Persiapan soal penurunan tarif interkoneksi disebut Rudiantara telah berlangsung dari 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Indonesia itu ada di rezim multi-operator. Kalau monopoli, tidak ada interkoneksi. Operator wajib membuka jaringan dan mereka punya hak untuk berinterkoneksi," jelas Rudiantara saat raker di gedung DPR, Jakarta (24/8).

Anggota DPR dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Effendi Simbolon menegaskan, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan di ranah korporasi karena isu interkoneksi ini telah menciptakan "blok barat dan blok timur" dalam industri telekomunikasi seluler.

Ia menyadari bahwa ada pihak yang pro terhadap kebijakan ini yakni 'kubu' Indosat Ooredoo, XL Axiata, Smartfren Telecom, dan Hutchison Tri, dengan pihak kontra dari 'kubu' Telkomsel.


Sementara dari anggota fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Budi Youyastri mengatakan, pemerintah tidak punya kewenangan untuk memutuskan jumlah penurunan tarif interkoneksi tersebut.

"Kewenangan pemerintah bukan terletak pada revisi interkoneksi, tapi sebatas menciptakan formulanya saja," ungkapnya.

Menanggapi hal ini, Rudiantara menuturkan, angka 26 persen itu sudah melalui formula yang sudah dikonsultasikan bersama sebuah firma konsultan independen selama 10 tahun.

Sementara di mata Wakil Ketua Komisi I DPR Meutia Hafidz, pihak Kemenkominfo terlalu terburu-buru menggawangi kebijakan penurunan tarif interkoneksi.

"Ini saja baru Surat Edaran, belum ada Peraturan Menteri (PM). Harusnya ada kajian lebih dalam lagi, karena kalau kebijakan ada kontroversi, dalam hal ini Telkomsel, hal itu harus ditanggapi," kata Meutia.

Menurutnya, pemerintah harus memanfaatkan waktu seefektif mungkin agar tidak ada keberatan dari pihak tertentu.


Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah telah menyatakan menolak penurunan biaya interkoneksi menjadi Rp 204 yang akan diberlakukan oleh Kemkominfo.

Telkomsel sudah mengirimkan surat keberatan ke Kemkominfo mengenai rencana penurunan sebesar 26 persen tersebut. Namun, Ririek mengaku belum mendapatkan respons dari regulator.

Doktor Teknologi dan Telekomunikasi Ibrahim Kholilul Ibrahim, berpendapat bahwa penurunan ini sebenarnya bisa menguntungkan operator bila dilihat dalam jangka panjang.


Berdasarkan penghitungannya, penurunan tarif interkoneksi 1 persen, bisa jadi ada kenaikan net usage sampai 40 persen. Itu artinya, operator malah untung walau memang tidak dalam jangka waktu singkat. Karena, menurutnya ini butuh proses.

"Di samping itu, turunnya pendapatan biaya interkoneksi akan diikuti dengan turunnya beban interkoneksi yang harus dibayarkan. Hal itu jelas sebab yang dibutuhkan untuk membayar beban interkoneksi lebih rendah," jelasnya beberapa waktu lalu di Jakarta. (adt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER