Jakarta, CNN Indonesia -- Adanya pro kontra kebijakan penurunan biaya interkoneksi antar operator telekomunikasi memicu dugaan keberpihakan regulator terhadap salah satu operator.
Terkait dengan dugaan itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara secara tegas menekankan bahwa dirinya tidak memihak perusahaan operator seluler manapun.
Penerapan kebijakan penurunan tarif interkoneksi nyatanya tidak mudah seperti membalikan telapak tangan. Proses yang telah disusun selama setahun terakhir ini harus dihadang oleh penolakan dari salah satu operator, yaitu Telkomsel.
Dari situ, muncul tudingan kepada Rudiantara yang menyebut dirinya lebih memihak ke 'kubu' non-Telkomsel seperti XL Axiata dan Indosat Ooredo yang mendukung adanya penurunan biaya interkoneksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan 'perpecahan kubu' karena kebijakan biaya interkoneksi tersebut disadari oleh anggota DPR dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Effendi Simbolon.
"Masalah penurunan interkoneksi ini seakan menciptakan kontroversi dari pihak yang bersangkutan. Seakan ada blok barat dan timur," ucap Effendi saat rapat kerja Kominfo dengan Komisi I di Gedung DPR, kemarin.
Menanggapi hal ini, Rudiantara mengklarifikasi bahwa selama ini dirinya bersikap netral, khususnya dalam pembuatan kebijakan penurunan biaya interkoneksi.
"Saya katakan, saya dulu direktur Telkomsel, direksi XL, lalu komisaris Telkom, serta komisaris Indosat. Saya tidak punya keberpihakan ke manapun," ucapnya kepada sejumlah awak media saat ditemui di kesempatan yang sama.
Menurutnya, jabatan menteri yang saat ini tengah dilakoninya menuntut sikap profesional serta tidak mudah terbawa emosi.
Lebih lanjut, menteri yang akrab disapa Chief RA ini memaparkan proses perhitungan biaya interkoneksi sejauh ini telah melibatkan semua operator seluler sejak 2015. Dari arsip yang dimilikinya, ia menunjukkan pada 5 Februari tahun lalu, Kemenkominfo telah mengadakan konsultasi publik bersama semua operator.
Sementara proses review model perhitungan penurunan biaya interkoneksi telah dilakukan selama Juli sampai Desember 2015. Sejauh ini pertemuan pembahasan penurunan tarif dikethaui telah dilakukan sebanyak 17 kali.
Sebelum melakukan review tersebut, tercatat dari April hingga Juni 2015, Kemenkominfo melakukan penandatanganan dan pengumpulan input semua operator dan vendor. Memasuki awal tahun 2016 dilakukan proses verifikasi dan validasi data input operator, serta review model perhitungan dan perbaikan data dari semua operator.
Sementara proses perhitungan biaya interkoneksi oleh Kemenkominfo berakhir pada Maret lalu, yang dilanjutkan dengan hasil perhitungan dan penyampaian kepada operator pada 19 Mei 2016. Hingga pada 2 Agustus lalu Surat Edaran dan penetapan biaya interkoneksi secara resmi dikeluarkan.
Penurunan biaya tarif interkoneksi sebesar 26 persen (menjadi Rp204) yang rencananya akan diberlakukan pada 1 September masih belum akan disahkan. Sementara itu, pihak DPR merasa perlu melakukan pertemuan dan pembahasan dengan semua perusahaan operator seluler Indonesia yang rencananya akan dilakukan siang nanti (25/8).
(evn)