Jakarta, CNN Indonesia -- Angka penurunan biaya interkoneksi dari Rp 250 menjadi Rp 204 oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dianggap terlalu terburu-buru.
Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis menilai rencana Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) melakukan penurunan tarif Interkoneksi mencari popularitas dengan merugikan negara dan menguntungkan operator asing yang beroperasi di Indonesia.
"Penurunan Tarif Interkoneksi oleh Menkominfo tidak menjamin penurunan tarif ke pelanggan, ini hanya langkah mencari popularitas bagi pengguna jasa saja, yang sudah jelas adalah menguntungkan operator asing dan merugikan negara karena pihak yang dirugikan adalah BUMN," kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto, melalui rilisnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wisnu juga menyoroti azas kepatutan penandatangan diabaikan, untuk kondisi sekarang tanpa adanya Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) seharusnya tidak layak seorang PLT DIRJEN menandatanganinya.
Isi surat tersebut juga terindikasi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, khusus mengenai penetapan tarif interkoneksi yang seharusnya didasarkan pada Pasal 22 dan 23 PP tersebut.
Di Pasal 22 menyebutkan bahwa
“Kesepakatan interkoneksi antar penyelenggara jaringan telekomunikasi harus tidak saling merugikan dan dituangkan dalam perjanjian tertulis”. Artinya tarif interkoneksi tersebut harusnya merupakan kesepakatan seluruh operator.
Sedangkan di pasal 23 ayat (1) juga dijelaskan
"Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui 2 (dua) penyelenggara jaringan atau lebih, dikenakan biaya interkoneksi”.
Kemudian dilanjutkan di ayat (2) bahwa "
Biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan perhitungan yang transparan, disepakati bersama dan adil”. Sementara sebagian operator tidak sepakat hasil penetapan pihak Kominfo karena perhitungannya tidak tratsparan, merugikan, dan tidak adil.
“
"Karena terindikasi melanggar, surat edaran ini potensial dilakukan gugatan ke PTUN, atau bila nantinya dikeluarkan melalui Peraturan Menteri maka potensial diajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung” dia menambahkan.
Sementara itu di tempat yang sama, Ketua Umum Serikat Karyawan Telkom Asep Mulyana menyatakan bahwa kebijakan tarif interkoneksi dari Menkominfo memang akan membuat Telkomsel sebagai anak usaha Telkom rugi dua kali yaitu dibayar lebih rendah dari biaya yang seharusnya saat pelanggan Telkomsel dihubungi pelanggan non Telkomsel dan membayar lebih tinggi dari yang seharusnya saat pelanggan Telkomsel menghubungi.
Sehingga Serikat Karyawan Telkom menolak kebijakan tersebut dan mendukung apa yang akan dilakukan Federasi Serikat BUMN Strategis.
(tyo)