Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi I DPR RI curiga dengan kebijakan penurunan biaya interkoneksi untuk memberikan jalan bagi operator lain untuk memperbutkan ‘kue’ Telkomsel dengan cara tidak adil.
"Ada faktor ketidakadilan. Ada operator yang membangun lebih dulu dan lebih banyak, lalu ada yang mau ikut menikmati. Empat operator yang non-Telkom Group ini kan mau mendompleng ke jaringan Telkom dan Telkomsel untuk mendapat keuntungan. Itu tidak fair,” kata Efendi Simbolon dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPR RI dengan Direksi dari enam operator di Jakarta, Kamis (25/8/2016).
Dalam RDP yang berlangsung dari pukul 14.00 hingga 18.00 WIB itu, hadir Direktur Utama (Dirut) Telkom Alex J Sinaga, Dirut PT Telkomsel Ririek Adriansyah, Dirut PT Indosat Tbk Alexander Rusli, Dirut PT XL Axiata Tbk Dian Siswarini, Dirut Smartfren Merza Fachys, dan Wakil Dirut PT Huchitson 3 Indonesia Danny Buldansyah.
Anggota Komisi I DPR RI yang lain, Evita Nursanty, mengatakan, biaya interkoneksi itu kan cost recovery. Telkom dan Telkomsel, cost recovery-nya tinggi (Rp285) karena membangun di seluruh Indonesia, hingga ke pelosok negeri. Cost recovery operator lain di bawah Rp 120 karena hanya membangun di kota-kota besar.
Cost recovery Indosat Rp 86, XL Rp 65, Smartfren Rp 100 dan Tri Rp 120.
"Apa wajar, operator yang sudah membangun hingga ke pelosok negeri dengan biaya yang besar, lalu tarifnya disamakan dengan operator yang hanya membangun di kota-kota besar saja? Kalau bangunnya sedikit, lalu ingin minta yang banyak, itu tidak
fair,” kata Evita.
Atas dasar itu, menurut Evita, wajar bila Telkom dan Telkomsel menolak rencana Menkominfo menurunkan biaya interkoneksi. Karena kebijakan itu akan merugikan Telkom dan Telkomsel, tetapi menguntungkan Indosat, XL, Smartfren dan Tri.
Sedangkan anggota Komisi I DPR RI Budi Youyastri juga sangat yakin, penurunan biaya interkoneksi itu sebenarnya hanya ingin memperebutkan “kue” Telkomsel. Operator non-Telkom itu tidak mau membangun jaringan hingga ke seluruh pelosok Tanah Air, tetapi mau memakai jaringan Telkom dan Telkomsel dengan biaya yang murah.
“Lalu setelah merebut kue Telkomsel, keuntungannya mereka mau dibawa kemana? Apakah akan dipakai untuk membangun jaringan atau dibawa ke luar negeri?” kata Budi.
Kalau memang Kemkominfo memaksa untuk menurunkan biaya interkoneksi, Budi menyarankan kepada Telkom dan Telkomsel untuk mengembalikan saja jaringan yang sudah dibangun itu kepada Kemkominfo. “Kasih saja ke pemerintah biar pemerintah yang buy back,” kata Budi.
Budi juga mempertanyakan komitmen operator untuk membangun jaringan telekomunikasi di seluruh Tanah Air. Saat mendapat lisensi, seluruh operator telekomunikasi telah menyatakan komitmennya membangun jaringan telekomunikasi di seluruh Nusantara.
“Kan semua operator mendapat lisensi nasional semua. Jadi pasti ada komitmen untuk membangun di Papua, Maluku, Ternate, Alor, dan wilayah Indonesia timur lainnya. Coba kasih ke kami komitmen itu,” kata Budi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(adt)