Jakarta, CNN Indonesia -- Tarik ulur rencana penurunan biaya interkoneksi hingga kini masih menimbulkan polemik hingga berujung pada adanya kubu yang pro dan kontra terhadap aturan tersebut. Bukan hanya itu, tepat pada 1 September lalu Indosat Ooredoo secara tegas menyatakan mulai memberlakukan biaya interkoneksi baru yakni Rp204.
Sementara di kubu kontra, Telkom dan Telkomsel secara tegas mengajukan keberatan dan meminta pemerintah tetap pada aturan lama yakni memberlakukan biaya interkoneksi dengan skema asimetris untuk panggilan telepon dan pengiriman SMS antar operator.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Direktur Smart Telecom Merza Fachys merasa pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan aturan baru mengenai interkoneksi.
Menurutnya, memasuki bulan September seharusnya Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah melakukan pengecekan atas Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI) masing-masing operator.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nantinya regulator akan melihat apakah DPI yang diajukan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Awal September harusnya operator sudah melakukan revisi untuk DPI yang diserahkan," kata Merza saat berbicara kepada
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.
Lebih lanjut Merza mengatakan jika penetapan tarif interkoneksi tidak harus sama dengan yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Mengingat, pemerintah bukan berperan untuk menetapkan biaya yang berlaku, tetapi hanya menetapkan hitungan yang bisa dipakai sebagai acuan oleh operator dalam menjalankan bisnis.
"Tarif tidak harus sama dengan yang ditentukan pemerintah, operator mengajukan penawaran nanti akan dievaluasi oleh BRTI. Kalau regulator merasa penetapan tarif terlalu tinggi atau justru terlalu rendah, nanti akan ada masukan untuk merevisi tarif yang dianggap wajar dalam menjalankan bisnis," imbuhnya lagi.
Pengaturan penurunan biaya interkoneksi menurutnya seharusnya tidak perlu sampai ke level menteri. Mengingat, pada Peraturan Menteri sudah terdapat aturan agar operator menyiapak DPI yang salah satunya menjelaskan mengenai biaya interkoneksi.
Sementara untuk DPI nantinya kembali pada masing-masing operator untuk menawarkan tarif berapa ke satu operator. Penetapan tarif dari antar satu operator dengan operatornya belum tentu sama, terutama jika melihat pada volume pengguna dan ketersediaan jaringan di satu daerah.
Ketika disinggung rencana penetapan skema biaya interkoneksi, Merza menekankan Smartfren masih akan mengacu pada skema lama. Sementara menunggu diberlakukannya aturan baru, ia memastikan masih menunggu operator yang belum menyerahkan DPI ke regulator.
"Saya berharap regulator bisa tegas memberi peringatan atau teguran bagi operator yang belum menyerahkan DPI. Sejauh ini kami sudah menyerahkan dan hanya menunggu proses evaluasi. Kalau semua prosesnya sudah rampung kan tinggal menunggu kapan aturan baru bisa diberlakukan," imbuhnya.
Seperti diketahui hingga kini Telkom dan Telkomsel bersikukuh menolak diberlakukannya biaya interkoneksi simetris Rp204. Sementara itu Indosat Ooredoo, XL Axiata, Hutchison Tri, dan Smartfren mendorong regulator untuk segera memberlakukan penurunan tarif interkoneksi sesuai Surat Edaran No.1153/M.Kominfo/PI.0202/08/2006 yang semestinya berlaku sejak 1 September lalu.
(evn)