Biaya Interkoneksi Baru Jangan Hambat Pembangunan Jaringan

Susetyo Dwi Prihadi | CNN Indonesia
Rabu, 07 Sep 2016 11:08 WIB
Ketua Umum GP Ansor Yoqut mengingatkan bahwa penurunan biaya interkoneksi nantinya tak menghambat pembangunan infrastruktur jaringan di luar kota besar.
Ilustrasi (CNN Indonesia/ Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi VI FPKB DPR RI yang juga Ketua Umum GP Ansor, Yoqut Cholil Quomas, mengingatkan bahwa penurunan biaya interkoneksi nantinya tak menghambat pembangunan infrastruktur jaringan, khususnya di luar kota besar.

Dia menilai selama ini hanya satu operator saja yang berani menggelontorkan dana investasi untuk membangun jaringan hingga ke pelosok daerah.
 
"Terkait dengan prinsip keadilan dan persaingan usaha yang sehat, maka perlu diberlakukan skema asimetris dalam perhitungan dasar biaya interkoneksi. Artinya, dengan skema asimetris, biaya interkoneksi berdasarkan pada biaya yang dikeluarkan atas kerja keras membangun jaringan dan efisiensi dari masing-masing operator (cost based)," ungkapnya.

Yaqut menegaskan, pemerintah harus konsisten untuk menjalankan PP No 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, khususnya pada pasal 21, pasal 22 dan pasal 23. Khusus pada pasal 23 ayat 2 terkait biaya interkoneksi disebutkan, bahwa biaya interkoneksi ditetapkan berdasarkan perhitungan yang transparan, disepakati bersama dan adil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berkaitan dengan itu, biaya interkoneksi merupakan cost recovery dari setiap operator," tegasnya.

Berdasarkan RDPU Komisi I DPR dengan para operator, lanjutnya, didapatkan data jika cost recovery Telkom dan Telkomsel sebesar Rp285 per menit. Sedangkan cost recovery operator lainnya, Indosat Rp86 per menit, XL Rp65 per menit, Smartfren Rp100 per menit dan Tri Rp120 per menit.

Network Sharing
Terkait wacana lebih lanjut dari biaya interkoneksi ini adalah revisi terhadap PP No 52 dan PP no 53 tahun 2000, yang memungkinkan adanya network sharing.

Jika hal tersebut terjadi, Negara bisa mengalami kerugian yang besar, karena para operator yang selama ini malas membangun jaringan, akan mendompleng jaringan Telkom/Telkomsel, sehingga dikhawatirkan akan membuat penetrasi ketersediaan jaringan di wilayah Indonesia tidak akan bertambah.

"Maka tidak tepat jika penurunan biaya interkoneksi ini ditujukan demi konsumen. Isu biaya interkoneksi ini jelas adalah aksi korporasi saja yang ingin mendobrak dominasi Telkom dan Telkomsel dalam industri telekomunikasi, dan memperbesar setoran ke pemilik saham atau investor utama yang berada di luar negeri seperti Malaysia dan Qatar," paparnya.

Dijelaskan, hal ini mengingat penurunan biaya interkoneksi sebesar Rp46 per menit sesungguhnya tidak terlalu berdampak signifikan bagi konsumen. Komponen biaya interkoneksi setidaknya hanya berkontribusi rata-rata sebesar 15persen dari total biaya tarif ritel yang berada di kisaran Rp1.500 - Rp2.000 per menit.

"Pada tataran ini, pemerintah seharusnya menyampaikan hasil perhitungan tarif interkoneksi yang transparan dari seluruh operator kepada publik," ujarnya.

(tyo)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER