Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Pelaksana IDC Financial Insights Cyrus Darawula mengkritik peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dinilai terlalu ketat dalam mengatur regulasi industri fintech Indonesia.
Industri
financial technology (fintech) yang sedang menjamur di Tanah Air dianggap Cyrus masih 'terbelit' oleh aturan ketat dari otoritas yang berwenang. Ia pun membandingkan sistem yang diterapkan di Singapura.
"Yang cukup menggelitik, ada persepsi [regulasi] Singapura sangat ketat. Tapi sebenarnya BI dan OJK lebih ketat dari MAS (Monetary Authority Singapore)," ungkap Cyrus yang ditemui di Jakarta, Kamis (13/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu tercermin dari kekhawatiran otoritas Indonesia terhadap keamanan sistem
cloud sebagai penyimpanan data yang kerap diadopsi oleh perusahaan fintech.
Lembaga keuangan Indonesia juga dinilai begitu hati-hati terhadap data tempat tinggal nasabah. Regulasi Indonesia tak mengizinkan data tempat tinggal nasabah disimpan di server luar negeri.
"Kalau dibandingkan, Indonesia salah satu yang paling ketat dalam melindungi data pribadi," aku Cyrus.
Regulasi yang begitu ketat tersebut dinilai memperlambat proses tumbuh-kembang industri fintech. Validasi, revalidasi, dan persetujuan bisnis berjalan melalui koridor lebih rumit.
Namun di sisi lain, tetap ada dampak positif dari ketatnya regulasi yang dijalankan oleh OJK. Cyrus merujuk catatan perbankan Indonesia yang tidak pernah mengalami kasus pencurian data konsumen.
"Di Amerika hampir tiap berita mengenai seseorang mengutak-atik data konsumen atau di India di mana beberapa perusahaan
outsource terbukti menjual data konsumen secara ilegal. Bahkan di Eropa yang demikian juga terjadi," terang Cyrus.
Kebijakan otoritas Indonesia dalam konteks ini masuk ke kategori paling aman dalam perlindungan data konsumen. Sehingga mengharapkan kebijakan keuangan mengendur demi iklim industri fintech diyakini sulit terjadi.
Secara sederhana ada dua dampak positif dan negatif yang muncul dari regulasi ketat di Indonesia.
Positifnya, perlindungan data konsumen berada di kondisi yang sangat aman. Namun, ketatnya aturan justru membunuh kreativitas dan inovasi berbagai startup fintech.
"Menurut saya pendekatan BI dan OJK bagus, tapi mereka harus paham aturan mana yang untuk inovasi dan keamanan," tutup pria yang telah 20 tahun berkecimpung di layanan keuangan ini.
(hnf)