Jakarta, CNN Indonesia -- Menyoal laporan Forum Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (FMTI) terkait dugaan kartel Indosat Ooredoo dan XL Axiata saat membentuk usaha patungan bernama PT One Indonesia Synergy (OI), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan panggilan terhadap kedua perusahaan telekomunikasi tersebut.
CEO dan Presiden Direktur Indosat Ooredoo Alexander Rusli mengaku tak ambil pusing terkait dugaan kartel yang dilaporkan ke Komisi Pengawasan Persaingan Usaha. Sebaliknya, Alex lebih khawatir dengan perjanjian antara Indosat dengan XL dalam usaha patungan.
"Saya justru lebih khawatir dengan perjanjian bilateral kita dengan XL karena ini tidak sederhana dan sangat sulit," ujar Alex kepada sejumlah juru warta yang menemuinya di kantor pusat Indosat di Jakarta, Rabu (19/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Alex, ada sangat banyak ketentuan yang harus dikerjakan bersama XL dalam mendirikan PT One Indonesia Synergy (OIS). Di antaranya seperti pengadaan bersama, tender, dan mencari cara agar sistem yang dibangun oleh OIS nanti tidak mengganggu pelanggan dari kedua belah pihak.
Namun, Alex menyatakan tetap patuh terhadap proses hukum yang berlangsung. Ia juga berjanji akan terus mengikuti permintaan KPPU terkait dugaan kartel.
"Kita kan negara hukum, ya kita jalanin aja. Tapi saya enggak khawatir itu akan menghambat (pendirian OIS)," tutur Alex.
Senada dengan Alex, Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini mengakuyang ditemui terpisah mengaku pihaknya telah memenuhi panggilan KPPU, kemarin (18/10).
"Kami sudah memenuhi panggilan awal, sejauh ini belum ada update karena baru proses pendalaman mengenai dugaan kartel," aku Dian saat ditemui setelah perayaan ulang tahun XL di Hotel Raffles.
Laporan yang diterima KPPu muncul terkait adanya dugaan kedua operator tersebut terlibat dalam penetapan harga (price fixing) hingga predatory fixing.
Baik Alex maupun Dian mengaku bingung dengan laporan yang masuk, mengingat isu kartel harusnya muncul jika suatu usaha sudah berjalan dan memberikan dampak.
Terlebih Dian menyebut kerjasama yang dilakukan dengan kedua perusahaan bukan untuk masalah bisnis, melainkan untuk kerjasama operasional.
"PT OIS sendiri merupakan konsultan yang dibuat untuk melakukan kerjasama operasional, bukan kerjasama bisnis. Mengenai isu kartel bisa terjadi kalau sudah beroperasi dan ada dampaknya, sementara OIS kan belum beroperasi," ungkap Dian.
Alex menyebut OIS sendiri masih butuh waktu lama untuk beroperasi. Ia memperkirakan kuartal 3 tahun depan merupakan waktu paling cepat OIS bisa beroperasi.
"Saya ga ngerti mereka yang bilang kartel. Pangsa pasar (di luar Jawa) kita (Indosat) ini kan cuma 4 persen. Mau ngatur harga? Ga bisa. XL cuma 4 persen, kita 4 persen, yang satu lagi 86 persen, bagaimana bisa kita predatory fixing kalau sekecil itu?" kata Alex yang diikuti tawa.
Di luar itu, Alex terkesan tak begitu mempedulikan hal lain seperti misalnya revisi PP No.52 dan 53 Tahun 2000 tentang network sharing dan interkoneksi. Satu hal yang pasti, ia akan terus mendorong rencana pendirian OIS tetap berjalan sampai selesai dan iklim kompetisi industri telekomunikasi bisa lebih baik dari yang ada sekarang.
(evn)