KPPU: Penurunan Tarif Interkoneksi Bisa Kurang dari Rp204

Ervina Anggraini | CNN Indonesia
Jumat, 04 Nov 2016 14:25 WIB
KPPU mengatakan langkah pemerintah bisa dikatakan tepat dalam menempatkan batas atas wajar tarif panggilan telepon seluler antar operator (off-net).
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat hadir dalam diskusi Mendorong Efisiensi Berkeadilan Industri Telekomunikasi Indonesia di Hotel Intercontinental, Jakarta, Kamis (3/11) (Foto: CNN Indonesia/Ervina Anggraini)
Jakarta, CNN Indonesia -- Untuk kedua kalinya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memilih untuk kembali menunda rencana penurunan tarif interkoneksi. Kali ini, pemerintah memilih untuk melibatkan verifikator independen untuk mencari biaya interkoneksi yang dianggap adil bagi semua pihak.

Menanggapi hal tersebut Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Tresna P. Soemardi mengatakan langkah pemerintah bisa dikatakan tepat dalam menempatkan batas atas wajar tarif panggilan telepon seluler antar operator (off-net).

Bahkan, Tresna mengatakan penurunan tarf interkoneksi sebenarnya bisa lebih besar lagi dari rencana awal pemerintah yakni sebesar 26 persen menjadi Rp204.

"Bisa saja tarif interkoneksi dibuat murah sekali, katakanlah Rp40 atau Rp100. Tapi harus dihitung dulu, mungkin saat ini bisa lebih murah dari Rp250 menjadi Rp150 atau Rp200 bukan Rp204," ucap Tresna kepada CNNIndonesia.com saat ditemui setelah diskusi media di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menggaris bawahi, penetapan tarif interkoneksi yang sangat murah sebenarnya bisa terjadi jika ada penetapan harga pokok (fix pricing) antar operator.

Hanya saja, ia melihat hal tersebut tidak dilakukan di industri telekomunikasi Indonesia. Menurutnya, operator justru mencoba mencari keuntungan dari tarif interkoneksi sehingga ada pihak yang mengklaim merasa dirugikan dengan rencana tersebut.

"Sebenarnya kalau operator tidak mengambil keuntungan dari tarif interkoneksi, penurunannya bisa lebih besar. Yang terjadi sekarang operator besar ada yang menganggap dirinya dirugikan, karena keuntungan mereka besar dari situ (tarif interkoneksi)," imbuhnya.

Dengan penurunan tarif interkoneksi, nantinya ia berharap akan ada efisiensi di industri telekomunikasi sehingga mendorong lahirnya inovasi baru yang berujung pada peningkatan kualitas layanan pelanggan.

Sementara yang terjadi saat ini, satu operator menguasai hampir 90 persen cakupan di area terpencil yang dianggap tidak menguntungkan dari segi bisnis. Tresna menyebut hal itu bisa dikategorikan sebagai praktik monopoli dan menghambat persaingan usahan sehat.

"Fenomena kompetisi itu sebenarnya susah-susah gampang, kalau cuma ada satu pemain di area tertentu otomatis harga jadi mahal. Salahnya di Indonesia tidak ada mekanisme untuk membudayakan persaingan sehat," ungkapnya menutup pembicaraan. (evn/tyo)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER