Twitter Tolak Kebijakan Pengawasan Muslim Milik Trump

Bintoro Agung Sugiharto | CNN Indonesia
Selasa, 06 Des 2016 05:28 WIB
Twitter menegaskan tak mau berpartisipasi menjual barang, jasa, informasi, atau konsultasi untuk memfasilitasi pencatatan penduduk sipil Muslim di AS.
Twitter menolak kebijakan Trump untuk mengawasi warga sipil Muslim di AS. (Foto: REUTERS/Dado Ruvic)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah proyek yang diinisiasi situs berita The Intercept menemukan hanya satu dari sembilan perusahaan teknologi AS yang terang-terangan menolak permintaan pemerintahan Donald Trump untuk membantu program pengawasan warga Muslim di sana. Perusahaan tersebut adalah Twitter.

Sembilan raksasa teknologi AS yang dipilih oleh The Intercept sebagai responden proyek ini antara lain Facebook, Twitter, Apple, Microsoft, Google, IBM, Booz Allen Hamilton, SRA International, dan CGI.

Masing-masing menerima satu pertanyaan yang sama mengenai kesediaan mereka menjual barang, jasa, informasi, atau konsultasi untuk memfasilitasi pencatatan penduduk sipil Muslim di AS.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama dua pekan mengontak lewat email dan telepon, dari sembilan perusahaan, cuma tiga yang merespon pertanyaan dan hanya satu yang menjawab tidak mau ikut serta proyek pengawasan semacam itu. Sedangkan sisanya tak merespon sama sekali.


Dalam jawabannya, Twitter menegaskan tak mau berpartisipasi. Seperti yang tertera di blog resminya, kebijakan Twitter melarang mereka berbagi data pengguna dengan pihak lain dengan tujuan pengawasan.

Microsoft yang didirikan oleh Bill Gates memberi penjelasan lebih detail meski tak menjawab pertanyaan segamblang Twitter.

"Kami tidak akan membicarakan hipotesis saat ini," seraya merujuk tautan berisi kebijakan mereka yang "bertekad mempromosikan keberagaman antara pria dan wanita tapi juga budaya inklusif," terang Microsoft.

Di saat yang sama, Microsoft tetap menekankan pentingnya kerja sama pemerintah dengan perusahaan teknologi untuk melindungi privasi dan keamanan publik.

Selain Twitter, Microsoft, dan Booz Allen Hamilton, tak ada yang berniat menjawab pertanyaan yang diajukan The Intercept. Google, Facebook, dan Apple sebagai perusahaan yang punya produk paling populer di masyarakat global termasuk di daftar yang tak mau berkomentar.


Sebelumnya IBM diketahui mendekati Trump tak lama ketika ia terpilih sebagai presiden AS. CEO IBM Ginni Rometty mengirim surat pribadi berisi ucapan selamat dan jabaran enam produk IBM yang dapat digunakan pemerintahan Trump mendatang.

Meski tak dapat mengartikan diamnya beberapa perusahaan di atas sebagai dukungan terhadap rencana Trump, Ben Wizner selaku jaksa menyebut ada faktor sosial dan etika yang perlu diperhatikan.

"Setiap perusahaan teknologi seharusnya menolak memberi bantuan pada pemerintah yang mengincar pelanggan berdasarkan ras, agama, dan kebangsaan," ungkap Wizner.

Selama masa kampanye pilpres AS, Trump gencar menyuarakan program pengawasan terhadap kaum Muslim di sana.

Setelah terpilih pun Trump tetap konsisten dengan niatnya mencatat ulang penduduk Muslim melalui jawaban yang ia sampaikan ke media. Ia beralasan programnya itu bertujuan mencegah aksi terorisme. (evn)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER