Jakarta, CNN Indonesia -- Layanan
over the top (OTT) seperti Google, Facebook, WhatsApp, hingga YouTube sudah menjadi bagian tak terpisahkan bagi masyarakat Indonesia sehari-hari. Padahal sebagian besar dari mereka beroperasi tanpa bayar pajak.
Untungnya beberapa waktu terakhir pemerintah berhasil membuat Google Indonesia melunak dan memenuhi tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 25 persen dari penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Tentu saja, setelah Google Indonesia, pemerintah harus tetap mengejar OTT asing lainnya.
"Ini semua juga untuk
benefit pemerintah," ujar Sekjen Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Danny Buldansyah saat ditemui awak media di Jakarta, Kamis (8/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara berbicara soal pemblokiran layanan OTT bagi yang membandel soal pajak, Danny menilai bukan mustahil Indonesia mengikuti jejak China.
"Semuanya bergantung di pemerintah, seberapa liberal dan dilihat dari sisi kebergantungannya. Bisa saja ekstrem seperti China langsung blokir Google dan lain-lain," ucapnya lagi.
Tentu aksi ekstrem memblokir OTT asing tersebut bakal menjadi permainan bisnis dan bargaining position antara pemerintah dan perusahaan.
"Coba saja, pengguna Facebook di Indonesia itu sangat besar, masuk top five dunia. Twitter juga penggunanya banyak. Jika tak ingin kehilangan pasar, seharusnya mereka tak akan main-main," lanjut Danny.
Sementara soal bargaining position, apabila pemerintah merasa rakyatnya akan merugi total dengan pemblokiran layanan OTT asing, tentu saja sikap mereka akan 'sombong' yang berujung enggan bayar pajak.
Namun jika pemblokiran benar-benar terjadi, ia melihat tentu akan ada guncangan dari industri operator dan masyarakat.
"Misalnya, YouTube diblokir pemerintah karena tidak bayar pajak. Tentu saja trafik data operator bisa anjlok 20 sampai 30 persen karena berkurang konsumsi videonya," katanya.
Di sisi lain, Danny melihat ada titik terang jika jalan blokir diambil. Ia meyakini, akan muncul OTT baru --khususnya buatan lokal-- dengan layanan dan niat pemenuhan regulasi lebih baik lagi.
"Saya yakin akan ada layanan pengganti yang baru agar bisa dipakai masyarakat. Kalau sudah begitu, masyarakat pasti pakai," sambungnya.
(tyo)