Jakarta, CNN Indonesia -- Peristiwa berbau keantariksaan sepanjang 2016 sangat beragam. Mulai dari fenomena alam seperti Gerhana Matahari Total dan peristiwa besar lainnya.
Bisa dibilang saat 2016 baru berjalan sekitar tiga bulan, tahun ini langsung disambut oleh fenomena langka, yakni Gerhana Matahari Total (GMT) yang menerangi Indonesia pada 9 Maret lalu.
Indonesia sendiri menyambut GMT dengan sukacita, terlebih Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bekerjasama dengan NASA untuk meneliti fenomena ini langsung di Halmahera, Maluku Utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dukungan penuh dari pemerintah berbagai daerah seluruh Nusantara mampu menciptakan euforia yang hinggap di masyarakat.
Bahkan momen ini sanggup mengumpulkan ratusan orang di Planetarium Taman Ismail Marzuki, Jakarta untuk ramai-ramai menyaksikan GMT menggunakan kacamata pelindung.
Masih soal misi antariksa dari dalam negeri, LAPAN kembali meluncurkan satelit bikinannya ke luar angkasa pada 22 Juni silam.
Bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), satelit A3 berhasil diterbangkan dari Sriharikota, India.
Dijelaskan oleh Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin kala itu, satelit A3 akan menjadi 'mata' bagi perairan kawasan utara dan selatan.
Satelit ini memboyong muatan penginderaan jauh bernama 4 bands multispectral imager dengan resolusi 16 meter dan lebar swath 100 kilometer.
Satelit mini berbobot 115 kilogram ini akan bertugas memantau kondisi maritim, pertanian, dan medan magnet Bumi.
Beralih ke bulan Juli. Pesawat antariksa nirawak Juno dari NASA berhasil tiba di atmosfer Jupiter.
Pesawat selebar lapangan basket ini akan mengelilingi Jupiter sebanyak 37 kali selama 20 bulan, dan mengarungi 4.100 kilometer di atas awan padat sang planet.
Juno membawa tujuh instrumen ilmiah yang akan membantunya mempelajari aurora Jupiter, serta mempermudah para ilmuwan untuk memahami lebih dalam tentang asal-usul planet besar ini, mulai dari struktur, atmosfer, dan magnetosfer.
Misi Juno diperkirakan akan berakhir pada Februari 2018 mendatang.
Masih datang dari peristiwa di luar angkasa, pesawat nirawak Schiaparelli yang dikembangkan oleh badan antariksa Rusia (Roscosmos) dan Eropa (ESA) mengalami insiden saat melakukan pendaratan di Mars pada pertengahan Oktober kemarin.
Saat Schiaparelli terjun bebas dari orbit Mars selama enam menit, sistem teleskop Bumi dan pesawat induk Trace Gas Orbiter (TGO) tidak berjalan semestinya. Hal ini membuatnya hilang kontak.
Setelah diinvestigasi selama satu bulan, terungkap kesalahan terjadi pada kemampuan perangkat yang mengukur seberapa cepat pesawat luar angkasa berputar dan sistem navigasi data.
Dengan kata lain, hal itu turut memicu pelepasan parasut dan backsheel lebih cepat dari semestinya hingga melakukan pengereman dan mengaktifkan sistem status pendaratan.
Misi yang diberi nama ExoMars ini dinyatakan pihak ESA tidak akan berakhir begitu saja. Mereka mengatakan akan menyiapkan misi ExoMars lain menjelang 2020.
Awal November lalu, proyek pesawat nirawak UAV Ai-X1 yang dibesut tim Menembus Langit asal Bandung menarik perhatian.
UAV Ai-X1 ini bukan drone biasa yang hanya digunakan untuk mendokumentasikan aktivitas si pengguna, namun ia adalah penjelajah stratosfer buatan lokal.
Meski dua kali mengalami kegagalan menembus ketinggian stratosfer yang diinginkan yakni 30 kilometer, misi ini bisa dibilang sangat ambisius yakni mengumpulkan data ilmiah langsung dari atmosfer Bumi.
Pesawat yang memiliki lebar satu meter dan panjang 60 sentimeter itu memang hanya berhasil mencapai ketinggian 19 kilometer.
Untuk itu, Program Director Menembus Langit Azhar Pangesti dan timnya berencana 'balas dendam' dengan kembali meluncurkan proyek serupa dengan data yang berhasil terkumpul.
Sebelum penghujung 2016 benar-benar tiba, NASA dirundung duka. Astronaut pertama yang mengorbit Bumi, John Glenn, tutup usia pada 9 Desember lalu.
Glenn meninggal dunia di usia 95 tahun di Columbus, Ohio. Meski tengah dirawat di James Cancer Center, tidak dinyatakan bahwa ia mengidap penyakit kanker.
Glenn bergabung di NASA sekitar tahun 1958 dan berhasil menyabet titel sebagai warga AS pertama yang mengorbit Bumi pada 1962 dalam misi Friendship 7.
Kala itu, ia berhasil mengorbit Bumi tiga kali selama di dalam penerbangan durasi empat jam, 55 menit, dan 23 detik.
Sebelum meniti karir sebagai astronaut, Glenn bersumbangsih di Perang Dunia II dan Perang Korea sebagai pilot.