Jakarta, CNN Indonesia -- Korea Utara mengecam tuduhan keterlibatan dalam serangan siber global virus ransomware WannaCry pekan lalu.
Duta besar wakil presiden Partai Republik Demokratik Korea Utara, Kim In Ryong membantah tuduhan yang dialamatkan pada pihaknya. Ia membantah segala bentuk kecurigaan asing yang sempat disampaikan oleh periset keamanan TI.
"Tuduhan itu (keterlibatan Korut) konyol. Serangan siber hanya stereotip Amerika Serikat dan upaya permusuhan yang sengaja dikaitkan dengan Pyongyang," ucap Kim saat berbicara di markas besar PBB di New York, seperti dilansir Washington Times.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tudingan yang dibantah Kim berkaitan dengan temuan peneliti Google, Neel Mehta yang menemukan kesamaan antara ransomware WannaCry dan upaya peretasan meluas. Dalam temuannya itu, Mehta mendapati adanya keterlibatan Pyongyang dalam kasus yang melumpuhkan 200 ribu jaringan komputer di 150 negara.
Perusahaan keamanan seperti Kaspersky dan Symantec juga mengklaim menemukan serupa. Keduanya mengkali menemukan kesamaan antara virus ransomware WannCry dengan aksi Kelompok Lazarus.
Dalam serangan ransomware WannaCry ditemui ada kesamaan kode yang digunakan oleh Kelompok Lazarus dalam sejumlah aksinya. Terlebih kelompok yang dilaporkan aktif sejak tahun 2011 ini kerap dikenal aktif memproduksi sampel-sampel malware baru.
Firma keamanan Cybereason sependapat dengan bantahan yang ditudingkan kepada pemerintah Korea Utara. Aladan utamanya yakni sasaran utama penyebaran virus ransomware WannaCrypt tidak mengarah pada musuh utama Korea Utara.
"Rasanya kecil kemungkinan Korut merancang peranti lunak yang tujuannya untuk merusak, tapi di sisi lain tidak memiliki probabilitas keberhasilan yang tinggi terutama bagi musuh utama seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan," tulis Cybereason.
Meski sudah berhasil dilumpuhkan, namun sejumlah pihak mewaspadainya adanya serangan serupa dengan skala yang lebih besar.
Terlebih hingga saat ini belum diketahui siapa dalang di balik serangan siber terbesar yang melumpuhkan sejumlah instansi di berbagai negara. Selain Korut, sejumlah pihak juga sempat mencurigai pemerintah AS khusus Badan Keamanan Nasional (NSA) yang ditengarai bertanggung jawab di balik kasus ini.
Dugaan tersebut juga diperkuat dengan ucapan whistleblower sekaligus mantan anggota NSA Edwad Snowden. Ia mengecam sikap NSA yang dianggap tidak berani mengungkapkan kebenaran jika memang merasa tidak menjadi dalang di balik serangan tersebut.
"Sampai pada serangan akhir pekan ini, Microsoft menolak secara resmi mengkonfirmasi serangan ini, karena pemerintah AS menolak untuk mengkonfirmasi atau membantah bahwa ini adalah upaya eksploitasi mereka," tulis Snowden melalui akun Twitternya.