Alasan Uber Rela Terus Merugi Ratusan Juta Dollar

CNN Indonesia
Senin, 05 Jun 2017 13:28 WIB
Uber kembali merugi. Meski demikian, perusahaan ini tetap optimis. Para investor malah senang dengan laporan rugi Uber kuartal lalu. Mengapa demikian?
Ilustrasi logo transportasi online Uber (dok. CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Laporan keuangan terbaru menunjukkan Uber kembali merugi US$708 juta atau sekitar Rp9,4 triliun pada kuartal pertama 2017. Meski fantastis, kerugian tersebut nampaknya bukan masalah bagi Uber.

Hal ini terlihat dari santainya para investor Uber melihat perusahaan teknologi transportasi itu masih mendulang kerugian. Bahkan Jason Calacanis, seorang investor awal Uber, malah senang melihat laporan keuangan terbaru itu.

Alasan Jason senang adalah kerugian yang ditanggung Uber mengecil dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pendapatan naik 18 persen, kerugian berkurang sepertiganya. (Pendapatan ini) 22 kali lebih besar dari pendapatan Snap. Masih banyak pekerjaan, tapi selamat untuk tim @Uber," tulis Jason di Twitter, Kamis (1/6) lalu.

Melansir dari CNN, kerugian yang dialami berkurang US$991 juta dari periode yang sama tahun lalu.

Menurut Bradley Tusk, investor sekaligus konsultan politik untuk Uber, catatan keuangan tersebut makin bersinar karena di waktu yang sama Uber masih agresif berinvestasi di seluruh dunia.

Bakar Uang

Strategi "bakar uang" seperti yang dilakukan Uber ini bukanlah hal baru, terlebih di industri teknologi. Menggelontorkan miliaran dolar tanpa memetik keuntungan merupakan salah satu cara yang dilakukan sebuah perusahaan baru menguasai pasar.

Pertanyaan mendasar terkait strategi tersebut adalah, seberapa kuat uang yang mereka miliki untuk bisa bertahan. Sebab, kerugian tanpa pernah memperoleh keuntungan ini bisa jadi membutuhkan waktu lama.

Investor Uber melihat perusahaan tempat mereka menanam uang itu bisa bernasib seperti Amazon. Amazon dinilai memainkan strategi yang sama dengan Uber yaitu meminggirkan tujuan profit di periode awal sambil berinvestasi besar-besaran untuk produknya.

"Ada banyak perusahaan, Amazon contohnya, yang berinvestasi besar-besaran di tahun-tahun awal lalu menembus keuntungan setelah menawarkan saham perdana ke publik. Saya tak tahu apakah ini strategi Uber, tapi mungkin saja," ujar Mike Walsh yang juga terdaftar sebagai investor Uber.

Amazon, yand didirikan oleh Jeff Bezos, tercatat tidak pernah meraup untung selama dua dekade. Bezos mengarahkan perusahaannya untuk fokus di tujuan jangka penjang dengan menekan harga untuk konsumen dan mengalihkan pendapatannya untuk mengembangkan logistik dan produk baru.

Hasilnya, Amazon kini mendominasi sektor ritel online, layanan cloud, hiburan online, serta turut merilis perangkat keras lewat produk Amazon Echo. Penjualan Amazon pada 2015 tercatat mencapai nilai US$100 miliar serta membukukan untung selama delapan kuartal terakhir.

"Mereka melihat apa yang Bezos lakukan. Uber salah satu dari sedikit perusahaan yang sanggup melakukan hal serupa," ujar Bradley.

Uber diperkirakan bisa menguasai persaingan jika sanggup terus menekan tarifnya dan berinvestasi besar di mobil swakemudi terutama di kota dan negara penting. Setelah mengalahkan para kompetitor maka Uber bisa leluasa menarik tarif yang lebih tinggi untuk mereguk keuntungan lebih besar.

Namun satu hal yang membedakan Uber dengan Amazon adalah uang yang dibakar oleh Uber masih lebih besar ketimbang Amazon. Kerugian terakhir Amazon terjadi pada 2014 dengan nilai US$241 juta, sementara kerugian Uber jauh lebih besar senilai US$2,8 triliun di 2016.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER