Jakarta, CNN Indonesia -- Travis Kalanick didesak untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai CEO Uber. Keputusan ini muncul setelah pekan lalu, dia mengumumkan untuk mengambil cuti selama waktu yang tidak ditentukan setelah kehilangan ibundanya dalam kecelakaan kapal.
Uber sendiri dalam keadaan yang sedang carut marut saat ditinggalkan Kalanick. Perusahaan yang dibangun pada 2009 tersebut baru saja diterpa skandal pelecehan seksual dan budaya mendiskriminasikan wanita.
Kendati demikian, Kalanick telah membawa Uber menjadi salah satu perusahaan yang diperhitungkan di dunia dari salah satu startup biasa di Bay Arena, San Francicso. Uber sebagai perusahaan teknologi ride sharing telah mengalami pasang surut di bawah Kalanick.
Perjalanan Uber dimulai pada tahun 2010 ketika perusahaan dibangun dan berfokus di San Francisco Bay Area. Hanya dalam setahun, perusahaan taksi ini memperluas layanan ke seluruh Amerika Serikat.
Hanya dalam waktu 2-3 tahun, Uber telah melebarkan sayap di ranah global. Pada 2014, Uber terus melanjutkan pelebaran bisnis dan mulai menawarkan layanan logistic seperti kurir. Perusahaan mengubah tagline-nya dari “Everyone’s private driver” menjadi “Where lifestyle meets logistics”. Uber juga mendaratkan kaki di Indonesia pada Agustus 2014.
Namun, drama pun dimulai pada tahun yang sama ketika perusahaan harus meminta maaf karena para karyawannya di New York City membatalkan pesanan dari agen logistic saingan. Mereka ketahuan ingin mensabotase lawan.
Uber juga diminta berhenti untuk mencoba membujuk driver saingan dengan memberikan uang tunai jika mereka keluar dari perusahaan saingan dan bergabung dengan Uber. Pada tahun yang sama, Uber dituduh melakukan hal yang sama dengan pesaing lain Lyft.
Pada November 2014 di sebuah acara makan malam pribadi, salah satu VP senior Uber mengungkap bahwa perusahaan telah mempekerjakan sebuah tim dengan gaji jutaan dolar untuk mencari background dan kehidupan pribadi para jurnalis yang telah menulis berita miring tentang perusahaan. Meski eksekutif tersebut akhirnya mengklarifikasi dan meminta maaf, pengakuan tersebut menerima banyak komentar negative. Para jurnalis berakhir mencopot aplikasi Uber dari ponsel mereka.
Di 2014 dan awal 2015, banyak regulator dari negara lain mulai mendengar tentang Uber. Sayangnya, beberapa di antara mereka mulai memberikan tekanan pada perusahaan. Di antaranya adalah pemerintah AS, India dan Indonesia.
Pada Februari 2015, perusahaan mengakui adanya kebocoran data lebih dari sembilan bulan sebelumnya. Saat itu, ada sekitar 50 ribu nama dan plat nomor driver di seluruh dunia terbuka. Uber pun harus menghadapi reaksi negative karena menunggu lebih dari lima bulan sebelum menginformasikan ini pada orang-orang yang terkena dampak insiden tersebut.
Akan tetapi, 2015 tidak selamanya buruk bagi Uber. Perusahaan mengumumkan investasi mereka pada mobil tanpa pengemudi. Fokus utama Uber adalah untuk meraih dominasi pasar di India melawan pemain lokal Ola Cabs, di China melawan Didi Chuxing, dan Asia Tenggara melawan GrabTaxi. Sebagai tanggapan, pemain dominan mengumpulkan sejumlah besar uang untuk terus memantau Uber dan membuat kemitraan strategis.
 Protes kehadiran Uber (REUTERS/Charles Platiau) |
Sayangnya, protes melawan Uber terus menjalar hingga ke Jerman, Spanyol, Kolombia, Perancis, Italia, Denmark, China dan Inggris. Protes ini karena gaya operasi Uber yang agresif yang menginjak-injak indusri local. Apalagi, Uber diduga tidak membayar pajak, biaya lisensi dan para driver mereka disebut tidak terlatih, illegal dan tidak memiliki asuransi.
Isu mengenai keselamatan penumpang juga muncul saat itu karena insiden kekerasan dan pemerkosaan. Uber dinilai tidak melakukan pengecekan latar belakang driver dengan baik. Untuk mengatasi itu, perusahaan meluncurkan UberMilitary Families Coalitio, proyek yang didukung oleh inisiatif UberMilitary untuk merekrut lebih banyak orang dari militer dan veteran sebagai driver.
Di tengah chaos tersebut, Uber sempat memperbarui aplikasinya dengan akomodasi bagi driver yang tuli atau memiliki kesulitan mendengar.
Pada awal 2016, Uber telah melayani satu miliar perjalanan. Hanya dalam enam bulan kemudian, mereka menyentuh angka perjalanan 2 miliar. Uber juga mengumumkan mereka tertarik dengan transportasi terbang. Perusahaan bermitra dengan Airbus untuk menguji layanan helicopter di Sao Paolo selama sebulan.
Pengguna Uber menyentuh 8 miliar di seluruh dunia pada saat itu. Di Amerika, aplikasinya diunduh 3,8 juta pengguna hingga Juli 2016. Kendati demikian, mereka juga rugi US$1,2 miliar pada semester pertama 2016.
Awal 2017 juga bukan momen membahagiakan bagi Uber. Perusahaan dituntut oleh pelanggan yang menjadi lumpuh karena kecelakaan yang diakibatkan driver Uber melanggar rambu lalu lintas.
Uber juga diprotes karena dinilai mengambil untung dari kejadian Trump yang kala itu melakukan pelarangan imigran dari tujuh negara Islam masuk Amerika. Bukannya ikut aksi solidaritas protes dengan tidak mengangkut penumpang dari JFK, Uber malah memanfaatkan kesempatan itu.
Protes dengan tagar #DeleteUber berlanjut karena Kalanick bergabung dengan Trump sebagai dewan penasehat. Sekitar 200 ribu konsumen menghapus akun mereka dan meminta Kalanick untuk turun dari perannya di pemerintahan.
Pada Februari 2017, mantan karyawan Uber Susan Fowler mengekspos budaya kerja di perusahaan. Dia mengatakan bahwa Uber bukan perusahaan yang ramah perempuan karena setiap karyawan perempuan tidak diberi promosi. Tidak ada keseimbangan peran gender di tim engineering.
Tak lama, Amit Singhal yang merupakan SVP di Uber diminta meninggalkan posisinya karena terlibat skandal pelecehan seksual. Perusahaan juga dilaporkan memiliki aplikasi Greyball untuk berkilah dari aparat. Sejumlah eksekutif mulai mengundurkan diri karena budaya perusahaan. Reputasi Uber semakin ambruk.
Pada April, Uber dilaporkan memiliki mode 'neraka' untuk sopir yang ketahuan bekerja untuk Uber dan Lyft sekaligus. Mereka akan diberikan setumpuk pekerjaan agar tak sempat menerima orderan dari aplikasi pesaing.
Di Uber, memang tidak ada larangan untuk bekerja untuk dua perusahaan yang berbeda secara bersamaan.
Yang menarik, CEO Apple Tim juga dilaporkan pernah mengancam Kalanick akan mendepak Uber dari iPhone karena dia ketahuan membeli data pengguna iPhone dari Mike Isaac. Kalanick disebut membeli data bon konsumen Lyft dari Isaac sebagai cara memonitor kompetitor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT