Jakarta, CNN Indonesia -- Sosok Travis Kalanick erat kaitannya dengan perusahaan transportasi berbasis aplikasi, Uber. Namun siapa sangka jika Kalanick ternyata sudah banyak makan asam garam mendirikan beragam perusahaan rintisan (startup).
Naluri bisnis Kalanick berawal sejak ia masih duduk sebagai mahasiswa University of California, Los Angeles (UCLA). Bersama beberapa teman kuliahnya, ia mendirikan Scour di tahun 1997.
Scour merupakan perusahaan mesin pencari multimedia dengan layanan andalannya Scour Exchange--layanan sharing data
peer-to-peer dan Scour Media Agent--aplikasi untuk mengunduh data bagi pengguna Windows.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perusahaan ini mendapatkan pendanaan awal pada Juni 1998 dari mantan bos Disney Michael Ovitz dan Ron Burkle dari Yucaipa. Bisnis Scour yang terus meroket membuat Kalanick memilih menanggalkan pendidikannya di UCLA pada tahun 1998.
Ekspansi bisnis Scour kian lebar hingga kemudian meluncurkan peranti lunak, MyCaster yang memudahkan pengguna streaming lagu melalui koneksi internet dan memungkinkan pengguna menambahkan musik sendiri melalui mikrofon.
Di tengah popularitasnya, pada 2000 Scout harus menghadapi tuntutan hukum dari sejumlah perusahaan rekaman akibat tuduhan pelanggaran hak cipta. Tak berselang lama, di tahun yang sama Scour dilaporkan memecat karyawannya dan bangkrut lantaran tak mampu menghasilkan pundi-pundi keuangan bagi perusahaan.
Gagal dengan Scout tak lantas membuat Kalanick patah arang. Dalam waktu kurang dari setahun, ia kembali mendirikan perusahaan rintisan baru.
Dengan tim
engineer yang tersisa dari Scour, Kalanick mendirikan Red Swoosh.
Core bisnis Red Swoosh serupa dengan Scour, yakni menyediakan layanan berbagi data secara
peer-to-peer.
Red Swoosh menyedikan direktori bagi pengguna yang menunduh dan mengunggah video sehingga bisa menyimpan dan berbagi data melalui jaringan. Layanan ini dirancang untuk efisiensi
bandwith, meskipun data yang ditransfer berukuran besar.
Bedanya, nasib Red Swoosh lebih baik dari Scour lantaran diakuisisi oleh Akamai Technologies. Akuisisi yang rampung pada tahun 2007 ini bernilai US$19 juta.
Sepak terjang Kalanick di dunia startup kembali ditunjukkan saat ia memperkenalkan perusahaan
ridesharing, Uber di tahun 2009. Meski menuai beragam penolakan dan pujian di berbagai dunia, Kalanick terus membawa perusahaannya melesat.
Uber melakukan ekspansi bisnis dalam waktu dua hingga tiga tahun setelah didirikan. Beragam layanan--selain transportasi daring tersedia hingga ke berbagai penjuru Amerika Serikat.
Bukan hanya itu, Uber juga menjejakkan kakinya ke berbagai negara, seperti Jerman, Spanyol, Kolombia, Perancis, Italia, Denmark, China, Inggris, Australia, dan Indonesia pada Agustus 2014.
Di tengah popularitasnya, Uber harus menghadapi penolakan dari regulator yang meminta mereka melakukan bisnis secara adil dengan mematuhi peraturan yang diberlakukan pemerintah setempat. Terpaan beragam isu negatif juga terus menyerang Uber dan Kalanick.
Puncaknya, Susan Fowler--mantan karyawan Uber-- membuat pengakuan mengenai budaya kerja dan pelecehan seksual yang kerap diterima karyawan. Isu tersebut kian mengemuka ketika Uber memutuskan untuk merumahkan 20 karyawannya lantaran melakukan pelecehan seksual di lingkungan kerja.
Krisis perusahaan yang dihadapi Kalanick diperburuk ketika ia harus menghadapi duka akibat kehilangan sang ibu yang meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas.
Terpaan krisis yang dihadapi perusahaan dengan valuasi sebesar US$11 miliar itu mendorong lima investor utama Uber meminta Kalanick menanggalkan jabatannya. Setelah berdiskusi dengan direksi, Kalanick akhirnya sepakat untuk tidak lagi memegang jabatan sebagai CEO Uber.
Ia akan menjadi salah satu direksi untuk perusahaan yang didirikannya itu. Sementara waktu, investor dan direksi akan mencari sosok pengganti Kalanick untuk menjadi nakhoda Uber di masa mendatang.