Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana mengubah PP 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik terkait keharusan penyelenggara sistem elektronik memiliki pusat data atau center di Indonesia.
Jika benar terwujud, aturan tersebut dinilai omong kosong oleh pakar informatika, Heru Sutadi.
"Ya kalau diubah seperti itu ngawur (omong kosong). Harus dilihat dulu semangatnya. Karena dengan menempatkan data center di Indonesia, data komunikasi pengguna aman dan kita tahu jika ada penyalahgunaan. Apalagi data penting seperti layanan perbankan," kata Heru melalui pesan singkat kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (1/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Heru menerangkan bahwa aturan keharusan penyelenggara sistem elektronik memiliki data center di Indonesia juga dapat menumbuhkan investasi asing atau menggerakkan pebisnis lokal membangun data center.
Alih-alih mengubah poin keharusan membangun data center di Indonesia, menurutnya Menkominfo seharusnya membuat peraturan mengenai sanksi apabila penyelenggara tidak mematuhi peraturan ini.
"Menkominfo harsunya melakukan penegakan aturan atas PP 82/2012 tersebut. Terutama kalau ubah adalah sanksi tegas untuk penyelenggara layanan elektronik yang tidak mau menempatkan data center di Indonesia," tandasnya.
Selain itu, Heru juga mengkritisi Menkominfo yang berencana mengubah PP 82/2012 untuk mengikuti UU ITE yang juga sudah direvisi. Baginya, revisi dari UU ITE No.11/2008 tidak mengganggu implementasi peraturan mengenai keharusan memiliki data center di Indonesia.
"Meski UU ITE berubah, PP 82/2012 tetap jalan karena yang berubah adalah beberapa pasal. Jadi UU-nya bisa pakai UU ITE No.11/2008 karena soal PSTE ada di UU tersebut, UU ITE revisi No.19/2016 hanya mengubah beberapa pasal dan menambah soal wewenang pemerintah memblokir. Nah kalau PM soal konten bermuatan positif dan negatif justru yang harus diubah karena baru ada di UU baru No.19/2016 tersebut," paparnya.
Imbas Data Center Tak Harus di IndonesiaJika Kominfo dan beberapa kementerian terkait setuju untuk tidak mewajibkan penyelenggara sistem elektronik memiliki data center di Indonesia, maka ada beberapa konsekuensi yang langsung berimbas untuk masyarakat dan pihak penyelenggara.
Menurut Heru, data pribadi masyarakat menjadi tidak aman dan semua transaksi keuangan, data internet maupun trafik komunikasi tidak akan bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya lagi.
"Kita tidak ada wewenang untuk meminta mereka mengamankan data pribadi pengguna karena server-nya di luar yuridiksi Indonesia. Penempatan data center merupakan bagian untuk menegakkan kedaulatan siber dan data NKRI," Heru menjelaskan.
Penyelenggara layanan menurutnya juga bisa saja seenaknya beroperasi di Indonesia dan meletakkan data centernya di mana mereka inginkan. Dengan begitu, masyarakat Indonesia sah hanya menjadi pasar di mata perusahaan
over the top (OTT) asing.
Heru menilai bahwa jika pemerintah yang tidak mengharuskan penempatan data center di Indonesia maka hanya akan menguntungkan pihak asing. Tak hanya OTT asing, tapi juga perusahaan asing yang akan menikmati keuntungan terbesar dari perubahan aturan tersebut.