Jakarta, CNN Indonesia -- CEO dan Presiden Direktur Indosat Ooredoo, Alexander Rusli sepakat dengan rencana Menkominfo Rudiantara untuk menyederhanakan operator telekomunikasi di masa depan. Menurutnya, jumlah 11 operator di Indonesia saat ini terlalu 'gemuk' sehingga perlu dilakukan konsolidasi.
Hanya saja, menurutnya masih ada operator yang merasa gengsi untuk mempertahankan kepemilikan perusahaan meski kondisinya dianggap sudah tidak memungkinkan.
Sementara di sisi lain, ada juga operator yang merasa tetap berada di posisi aman sehingga mengganggap tak perlu melakukan konsolidasi dengan pihak lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demi mempercepat rencana konsolidasi sesuai cita-cita pemerintah, Alex menuturkan industri telekomunikasi harus dibuat 'sengsara' terlebih dahulu. Salah satunya dengan tidak memberlakukan batas tarif atas dan bawah untuk layanan data.
"Konsolidasi bisa cepat terlaksana kalau industrinya merasakan kesusahan. Mungkin kalau memang pemerintah mau melakukan konsolidasi dan membuat operator susah semua ya jangan dibuat ada batasan harga bawah atas
(floor price)," ungkapnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (28/9).
Floor price atau batas tarif atas bawah layanan data beberapa waktu lalu sempat menjadi perbincangan panas di industri telekomunikasi. Mengingat, belakangan operator melakukan persaingan dengan sistem banting harga layanan data yang dirasa sudah mengarah ke persaingan bisnis tidak sehat dan berpotensi mematikan bisnis operator. Padahal, layanan data memiliki potensi besar untuk tumbuh.
Secara implisit, ia menganalogikan posisi operator telekomunikasi yang tergolong 'terjepit'. Di satu sisi, pemerintah mendorong adanya konsolidasi namun belum ada aturan pasti jika kesepakatan bisnis dirampungkan. Sementara di sisi lain, pemerintah menerapkan format floor price dengan alasan agar tidak mematikan persaingan bisnis.
"Kalau floor price itu bisa membantu bisnis operator seperti Indosat. Jadi, saya belum tahu, kalau pemerintah belum kasih floor price nampaknya supaya cepat konsolidasi. Tapi, kalau diminta konsolidasi, ada tidak aturan tentang pengembalian frekuensi dan besarnya berapa," pungkasnya.
Terkait konsolidasi, Alex mengaku pihaknya telah melakukan kajian ke arah mana bisa dilakukan merger. Namun menurutnya, hingga saat ini tak ada satu pun operator yang bisa didekati untuk konsolidasi sebelum pemerintah memberikan kepastian regulasi.
"Indosat sendiri ada beberapa format apakah dengan XL, Hutchison Tri, atau Smartfren. Kami sudah ada kajiannya masing-masing semua ada plus minusnya tergantung harga, kepemilikan frekuensi, dan berapa frekuensi yang harus dikembalikan," jelasnya.
Regulasi konsolidasi perusahaan telekomunikasi yang dimaksud Alex secara spesifik menitikberatkan pada besaran spektrum frekuensi yang harus dikembalikan ke pemerintah usai konsolidasi. Disamping besaran insentif yang diberikan oleh pemerintah bagi operator yang melakukan konsolidasi.
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengatakan bahwa insentif merupakan salah satu upaya untuk mendorong konsolidasi.
"Agar terjadi konsolidasi, pemerintah bisa memberikan insentif yang tidak melulu perkara angka. Contohnya, bisa berupa aturan yang memudahkan operator sehingga memotivasi terwujudnya konsolidasi," pungkas Merza pada Juli silam.
(evn)