Jakarta, CNN Indonesia -- Langkah Menteri Komunikasi dan Informatika yang meminta
Facebook menutup aplikasi pihak ketiga dinilai tidak cukup. Namun langkah itu juga masuk akal karena posisi tawar pemerintah yang tidak besar.
Pratama Persadha, pakar keamanan siber dari CISSRec, mengatakan dari awal pesimis pemerintah bisa berbuat banyak atas kebocoran data yang terjadi dalam skandal Cambridge Analytica.
"Harusnya minimal pemerintah kita meminta daftar pengguna Facebook Indonesia yang bocor, sehingga bisa dipublikasikan dan pemiliknya bisa menutup akun atau mengganti
password-nya," ujar Pratama melalui pesan teks, Jumat (6/4).
Terkait kebocoran data pengguna ini, Pratama melihat pernyataan Facebook yang menyebut tengah melakukan audit itu dianggap sebagai dalih semata. Ia yakin jejaring sosial tersebut sebenarnya tahu soal penyalahgunaan data yang terjadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dugaan saya Facebook takut dituntut secara personal atau institusional oleh user-user yang datanya bocor," jelasnya.
Sebelumnya, Ruben Hattari, Public Policy Lead Facebook Indonesia, menjanjikan akan segera menyebar notifikasi kepada para korban kebocoran data, termasuk pengguna di Indonesia. Dalam siaran resminya, Rabu (4/4), Facebook menyebut akan mengirimkan notifikasi tersebut pada 9 April 2018.
Notifikasi itu akan berisi penjelasan soal data pribadi mereka yang tidak digunakan semestinya. Ruben memastikan pengguna Facebook yang tak mendapat notifikasi itu tidak termasuk dalam korban terdampak.
Namun, Ruben tak bisa memastikan kapan audit itu akan selesai. Ia juga beralasan bahwa penyalahgunaan data satu juta pengguna Indonesia tadi perlu menunggu hasil audit.
(eks)