Melihat Peluang 'Octane Booster' Akali Euro 4

FEA | CNN Indonesia
Kamis, 30 Agu 2018 20:20 WIB
Dua produsen kendaraan di Indonesia tidak menyarankan octane booster digunakan pada mobil konsumen,
Ilustrasi mengisi bahan bakar. (Dok. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mulai 1 September 2018, setiap mobil baru yang dijual di Indonesia sudah disesuaikan standar emisi Euro 4. Daripada membeli bahan bakar bensin yang sesuai mesin Euro 4, ada anggapan lebih baik memanfaatkan produk octane booster yang dijual di pasaran. Apakah hal itu layak dilakukan?

Tujuan utamanya adalah penghematan. Penggunaan octane booster yang dicampur pada bahan bakar dengan kadar oktan rendah dianggap lebih murah ketimbang membeli bahan bakar beroktan sesuai Euro 4.

Octane booster yang beredar di pasaran umumnya menggunakan bahan timbal. Namun, setelah timbal diperketat penggunaannya karena merusak lingkungan produsen beralih menggunakan bahan dasar Methylcyclopentadienyl Manganese tricarbonyl (MMT).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Menurut Ricky Patrayudha, Service Head Suzuki Indomobil Sales, berdasarkan teori, mencampur MMT pada bahan bakar bisa menambah kandungan oktan. Namun seberapa besar efeknya meninggikan kadar oktan pada bahan bakar di tangki belum jelas diketahui.

Penggunaannya octane booster, kata Riecky, lebih mengarah ke mengendalikan gejala ngelitik mesin karena pembakaran tidak sempurna atau sering disebut knocking.

"Ini pendapat saya, menaikan oktan itu sulit dibuktikan, kecuali produsen mengeluarkan hasil riset mereka. Di mobil konsumen bisa saja rasanya oktan naik, tapi seberapa besar kenaikannya kita enggak pernah tahu," ujar Riecky, Kamis (30/8).

Di lain sisi, Riecky mengingatkan kandungan MMT pada octane booster bisa mengakibatkan kerak di komponen pengontrol emisi pada sistem knalpot, yaitu catalytic converter. Pada mobil-mobil modern, sensor emisi, biasanya terletak pada catalytic converter.

"Manganese (MMT) itu kan besi. Itu dicampur secara kimia, dibakar lewat pembakaran mesin. Setelah pembakaran itu menghasilkan entah serbuk atau apa, nah itu akan menumpuk di catalytic converter. Jangka panjang pasti akan berpengaruh [akan rusak]," ujar Riecky.

Riecky mengatakan SIS belum pernah melakukan penelitian pemakaian octane booster. Meski begitu dia menyarankan konsumen tidak menggunakannya dan mengikuti penggunaan bahan bakar sesuai rekomendasi di buku manual.


Sugesti

Pendapat lain datang dari Ricky Humisar, Kepala Perencanaan Produk Sokonindo Automobile (DFSK Indonesia). Dia menjelaskan kenaikan kadar oktan setelah menggunakan octane booster bisa jadi cuma sugesti konsumen sebab angka pasti kenaikan sulit dibuktikan. 

Ricky menjelaskan emisi kendaraan sangat dipengaruhi bilangan oktan. Secara teori dikatakan, semakin sempurna pembakaran karena oktan tinggi berarti emisinya semakin baik. 
Penggunaan octane booster bila terbukti menambah oktan seharusnya bagus untuk emisi, kata Ricky.

"Tapi kan octane booster yang dijual di aftermarket belum tentu seperti itu. Sebenarnya mungkin saja oktan meningkat, tapi ada tidak secara penelitiannya yang menunjukan kenaikannya sekian? Kita enggak pernah tahu," ucap Ricky.

Sama seperti Suzuki, Ricky juga menyarankan kepada konsumen DFSK tidak menggunakan octane booster. Lebih baik, jelas Ricky, konsumen menggunakan bahan bakar sesuai untuk produk Euro 4.

"Kami sendiri belum ada penelitian seperti itu, misalnya pada saat Pertalite oktan 90 dikasih octane booster terus naik jadi 92. Tapi, kalau oktan tinggi akan baik untuk emisi," ucap Ricky. (fea)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER