Kepala Pusat Kebijakan Penerbangan dan Antariksa LAPAN, Robertus Heru Triharjanto menilai satelit yang tengah dibangun saat ini tidak mengandung bahan-bahan beracun maupun berbahaya.
Namun ia mengimbau masyarakat untuk tetap mewaspadai sampah antariksa yang bertebaran di luar angkasa.
"Mengenai bekas roket atau satelit yang jatuh dan mencapai permukaan, mungkin bisa berdampak negatif terhadap lingkungan jika terbuat dari bahan-bahan beracun atau berbahaya. Dengan teknologi saat ini umumnya bagian roket tersebut tidak mengandung bahan-bahan berbahaya," kata Heru melalui pesan singkat yang diterima
CNNIndonesia.com, Selasa (9/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun masyarakat tetap dihimbau untuk waspada jika ada benda antariksa yang jatuh di wilayahnya dan agar segera melapor ke Polisi atau LAPAN," sambungnya.
Selain itu Heru menyebut dampak terbesar dari puing benda langit yang tidak terpakai dapat merusak lingkungan antariksa. Sampah tersebut dapat menabrak satelit yang masih aktif bahkan mengakibatkan kerusakan.
Ia juga menjelaskan semakin banyak perusahaan meluncurkan satelit, maka semakin menambah sampah yang ada di antariksa.
"Semakin banyak orang meluncurkan satelit, semakin banyak potensi sampahnya. Studi mengenai hal tersebut sudah banyak dilakukan oleh komunitas keantariksaan dunia [termasuk di Indonesia]," jelasnya.
Menyoal apakah ada asuransi khusus yang diberikan pemerintah jika sebuah bangunan tertimpa puing sampah antariksa, LAPAN merujuk pada aturan hak dan kewajiban Liability Convention terkait kerusakan akibat benda luar angkasa.
Jika terjadi kerusakan karena benda jatuh dari antariksa, maka pemilik benda itu wajib memberikan kompensasi selain itu mereka juga wajib mendaftarkan benda antariksa miliknya ke Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
"Sesuai dengan Liability Convention, jika terjadi kerusakan terhadap aset karena benda jatuh antariksa, maka pemilik benda antariksa tersebut wajib memberikan kompensasi. Pemilik benda antariksa wajib mendaftarkan benda antariksa miliknya ke PBB melalui otoritas yang ada di negaranya," tutur Heru.
"Sehingga, jika mengakibatkan kerusakan penanggung jawab pertama adalah negara mendaftarkan benda antariksa tersebut, yang kemudian bisa dialihkan tanggung jawabnya ke pemilik," lanjut dia.
Heru pun sempat menyinggung dua peristiwa jatuhnya benda dari sampah antariksa yang pernah jatuh di wilayah Indonesia yaitu Sumenep, Madura tahun 2016 yang disebabkan oleh roket Falcon 9 dan Sumatera Barat tahun 2018 akibat serpihan roket Chang Zheng 3-A yang digunakan untuk meluncurkan satelit Beidou M1.
LAPAN sendiri telah membangun sebuah sistem untuk mengamati benda jatuh dari antariksa yang dapat diakses di https://orbit.sains.lapan.go.id/. Sistem ini akan memberikan peringatan kepada masyarakat jika akan ada benda antariksa yang diperkirakan jatuh ke wilayah berpenduduk.
(evn/din)