Hasnil mengatakan untuk memberantas hoaks yang beredar terkait Papua dan Papua Barat, langkah yang bisa dilakukan pemerintah yakni dengan melakukan kontra opini.
"Intinya, jika ada opini yang tidak memiliki dasar fakta, maka Kominfo akan melawan opini tersebut dengan data fakta agar opini tersebut menjadi netral dan tidak memberikan efek negatif," ucapnya.
Sementara Pratama mengatakan usai internet di Papua kembali normal, pemerintah bisa menjadikan ajang ini sebagai upaya edukasi sekaligus membendung provokator di media sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun menyebut masyarakat yang sudah bisa mengakses kembali internet bisa diberikan imbauan untuk membangun narasi konten positif.
"Misalnya, banyak yang berfoto dan membuat video kebahagiaan dan kasih sayang bersama masyarakat Papua yang tinggal di luar Papua. Konten semacam itu sangat dibutuhkan, untuk meredakan situasi sekaligus merangkul saudara-saudara Papua di tanah air," ungkapnya.
Kompensasi bagi pelanggan di PapuaMenyoal kompensasi yang seharusnya diterima pengguna layanan seluler, Hasnil mengatakan idealnya hal itu diberikan karena selama dua pekan mereka dirugikan tidak bisa mengakses internet.
Menurutnya, kompensasi yang bisa saja diterima pelanggan yakni bisa berupa penambahan kuota internet dan layanan panggilan suara gratis.
"Kalau pelanggan mungkin pantas diberikan kompensasi seperti penambahan kuota data [internet] dan
free call," ucapnya.
Di sisi lain, Arief dan Pratama justru memilki pendapat sebaliknya. Operator seluler dianggap tidak wajib memberikan kompensasi kepada pengguna karena pemutusan akses internet dilakukan berdasarkan permintaan pemerintah.
Karena konsen dari penutupan tersebut adalah atas nama pemerintah, sehingga tidak ada kewajiban legal apapun yang bisa menjadi dasar bahwa operator harus memberikan kompensasi kepada para pelanggannya," ungkap Pratama.
"Harusnya kalau normal sih iya, tapi ini kan karena kebijakan pemerintah," imbuhnya.
(din/evn)