Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (
ELSAM) mengatakan Rancangan Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber (
RUU KKS) serta RUU Perlindungan Data Pribadi (
RUU PDP) harus dibahas bersama-sama.
Wayudi Djafar, deputi direktur riset ELSAM mengatakan beberapa kasus seperti kebocoran data masih ada polemik apakah masuk kategori keamanan siber atau perlindungan data pribadi.
"Supaya jelas, sekarang kan selalu menjadi polemik ketika terjadi data breach [kebocoran data] isunya adalah apakah keamanan sibernya atau kah isunya tentang perlindungan datanya," tutur Wahyudi kepada awak media di kantor Setara Institute, Jakarta, Jumat (27/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ini yang sering membingungkan, agar memastikan itu tidak terjadi kebingungan maka lebih baik dilakukan prosesnya bersamaan. Mengamankan sistemnya dan juga memastikan perlindungan data-data yang ada di dalam itu," sambungnya.
Wahyudi menegaskan alasan mensinkronkan RUU KKS dan PDP untuk memastikan adanya kedaulatan individu di ruang siber.
Kedaulatan itu menurut dia ada dua hal yang harus ditekankan yaitu keamanan dan proteksi data serta adanya mandat dari pengendali dan pemroses data.
"Keamanan data berbicara bagaimana data itu lalu yang kedua bagaimana memastikan perlindungan dari data. Data proteksi terkait dengan hak-hak dari pemilik data, dalam RUU PDP ada serangkaian hak di situ diatur pemilik data punya hak akses, hak atas informasi, hak untuk mengubah dan menghapus, dan lainnya," jelasnya.
"Yang kedua, memandatkan adanya kewajiban dari pengendali dan pemroses data termasuk juga mengatur tentang alasan hukum atau legal ground dilakukannya pemrosesan data. Jadi ini hubungan pengendali dengan pemilik data."
Apabila tidak dibahas bersamaan, ELSAM khawatir akan 'mengunci' beberapa aturan yang ada di RUU KKS yang seharusnya bisa diatur di RUU PDP.
Wahyudi mencontohkan proses monitoring terhadap lalu lintas data dilakukan dan memastikan tidak ada kebocoran data yang sifatnya sensitif.
Di dalam draf RUU KKS, ELSAM tidak menemukan aspek perlindungan yang disiapkan apabila proses monitoring lalu lintas data dilakukan. Masyarakat sebagai pemilik data tidak bisa dilindungi apabila tidak ada perlindungan.
"Kekhawatirannya ketika ini tidak dilakukan bersamaan, salah satunya atau yg paling kental ada di dalam RUU Keamanan Siber yaitu dapat mengunci beberapa hal yang seharusnya itu bisa diatur secara lebih kuat di RUU PDP. Misalnya bagaimana ketika proses monitoring terhadap lalu lintas data itu dilakukan dan memastikan tidak ada kebocoran data yang sifatnya sensitif," terangnya.
(din/evn)