Jakarta, CNN Indonesia -- Perkembangan perusahaan rintisan (
startup) dalam kurun lima tahun terakhir melesat sangat cepat.
Elizabeth Holmes merupakan salah satu sosok muda yang sempat menginspirasi setelah sukses lewat Real-Time Cures. Perusahaan ini kemudian berganti nama menjadi
Theranos,
startup kesehatan yang fokus pada pengujian sampel darah untuk mendiagnosa penyakit.
Pada 2014, Holmes menjadi sosok yang dianggap jenius berkat ide revolusionernya membuat alat medis pemantau kesehatan. Namun, Holmes kemudian harus mengubur mimpinya setelah semua kebohongannya terbongkar.
Mahasiswi Stanford University berusia 18 tahun ini pada 2003 mengemukakan ide brilian kepada profesornya, Channing Robertson. Kala itu, Robertson secara spontan menantang Holmes untuk memulai usaha. Holmes kemudian merekrut ahli biokimia asal Inggris Ian Gibbons
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip
Fortune, ide Holmes terbilang sederhana, menciptakan penutup lengan atau sarung tangan yang bisa mengambil setetes sampel darah untuk memeriksa adanya penyakit menular. Jika terdeteksi positif, maka pasien akan langsung diberikan antibiotik.
Kendati tak merampungkan studi di Stanford, kemampuan Holmes memimpin perusahaan membuat Theranos mulai mendapat kepercayaan dari investor. Pemodal Tim Draper menyuntikkan dana untuk modal awal operasional perusahaan.
Holmes menggunakan modal tersebut untuk menyewa ruangan yang dipakai sebagai laboratorium dan merekrut karyawan. Sejak saat itu, sedikit-sedikit Theranos mulai mendatangkan penghasilan.
Ketakutannya pada jarum suntik menjadi inspirasi Holmes untuk mengembangkan layanan, bisnis, dan teknologi kesehatan. Pada 2005, Theranos mengantongi 23 paten teknologi, termasuk ide untuk merevolusi cara masyarakat mendiagnosa penyakit dengan mudah dan murah.
Salah satu paten yang dikantongi Theranos berjudul "Medical Device for Analyte Monitoring and Drug Delivery" dengan nomor seri US7291497B2. Dalam keterangannya, paten tersebut merupakan perangkat medis yang bisa dicerna, ditanamkan, atau dipakai pengguna. Ada juga agen bioaktif yang masuk ke tubuh pengguna untuk bekerja menganalisa penyakit yang kemungkinan diderita.
Perangkat medis yang dikembangkan Theranos menawarkan 240 tes penyakit mulai dari kolesterol hingga kanker, dengan menggunakan setetes darah. Menariknya, layanan yang dikembangkan Theranos menghilangkan komponen kunjungan laboratorium karena hasilnya bisa diterima pengguna dalam waktu 15 menit.
Agar perangkat yang dikembangkan bisa dipakai secara luas, Theranos sukses melobi aturan di Amerika Serikat untuk memberikan izin pada masyarakat melakukan tes darah tanpa rekomendasi dokter.
Theranos menjual alat serupa jarum suntik - dengan kuran yang lebih kecil. Alat ini dipakai untuk mengambil sampel darah yang dibutuhkan untuk analisa. Setelah darah diambil akan dimasukkan ke sebuah alat pembaca data untuk menampilkan diagnosa penyakit yang diderita.
Data yang dikumpulkan kemudian dianalisa menggunakan komputer Theranos. Dibandingkan jasa konsultasi dan pemeriksaan lab dokter, Theranos membanderol layanannya relatif terjangkau. Misalnya, analisis hemoglobin dihargaai US$1,63 dan analisis kolesterol US$2,99.
Berkat kemudahan ini, Theranos diminati banyak kalangan - tak terkecuali investor. Pada 2004, perusahaan ini mendapat pendanaan US$6,9 juta, US$16 juta pada 2005.
Pendanaan terus meningkat seiring dengan ketertarikan pengguna, pada 2006 perusahaan mendapat suntikan US$28,5 juta dan meningkat drastis hingga US$400 juta pada 2014.
Data
Crunchbase mengungkap
startup tersebut melakukan 10 kali pencarian dana, dengan total memperoleh pendanaan sebesar US$1,4 miliar. Salah satu investor terbesar Theranos ialah Puget Sound Venture Club, yang mengucurkan uang lebih dari US$500 juta. Theranos kemudian melesat menjadi salah satu
startup langka berstatus unicorn dengan valuasi sebesar US$9 miliar.
Hanya saja, popularitas Theranos tak berlangsung lama. John Carreyrou, melalui
The Wall Street Journal melakukan investigasi tentang Theranos pada 2015.
Startup ini dianggap menjual produk menggunakan paten palsu yang hanya sebatas deskripsi tanpa bisa dikonversi menjadi perangkat nyata, seperti yang selama ini diklaim Holmes.
Data yang dihimpun menemukan perangkat yang dikembangkan Theranos menghasilkan informasi medis yang keliru, jauh berbeda dari informasi medis rumah sakit atau laboratorium konvensional.
Setelah melalui tahap penyelidikan, diketahui hasil pengujian melenceng lantaran Theranos tidak melakukan pengujian darah menggunakan produk ciptaannya, tapi mengandalkan mesin-mesin tradisional yang telah ada di pasaran. Akibat perbuatan ini, Theranos dianggap telah melakukan penipuan.
Menurut
Bloomberg, tim pengacara Holmes berencana menggugat John Carreyrou karena dianggap melakukan penyelidikan dan pengaruh yang tidak semestinya kepada regulator federal. Tim pengacara berupaya meyakinkan dengan mengatakan perangkat ciptaan Theranos 'masih dalam tahap penciptaan'.
The Wall Street Journal mencatat jaksa federal telah mengumpulkan lebih dari 2 juta halaman bukti penipuan yang dilakukan tim Theranos. Kendati telah dihadapkan pada banyak bukti, Holmes hingga tahun 2018 tetap berkeras dan menolak dakwaan juri.
Menyusul serangkaian tuduhan kriminal, Holmes kemudian hengkang dari perusahaan yang didirikannya pada 2018. Tak lama setelah itu, perusahaan diketahui berhenti beroperasi.
Sementara negara bagian Arizona menuntut Theranos membayar ganti rugi pada 1,5 juta produk yang dijual kepada masyarakat Arizona. Fortune mendaulat Holmes sebagai “Pemimpin
Startup Paling Mengecewakan di Dunia.”