Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara mengatakan pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp21,4 triliun untuk membuat High Throughput Satellite (HTS). Dana ini mencakup proses merancang satelit, memanufaktur, mengoperasikan, hingga pemeliharaan selama 15 tahun ke depan.
Rudiantara mengatakan bahwa perancangan satelit internet cepat Indonesia yang diberi nama Satria ini membutuhkan waktu 3,5 tahun. Proses perancangan 'Satria' akan dimulai di akhir 2019 dan dijadwalkan bisa meluncur ke orbit pada 2022.
Lantas satelit Satria ini akan melengkapi cakupan jaringan Palapa Ring. Pasalnya ada beberapa wilayah yang tidak bisa dijangkau Palapa Ring.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satelit Satria mencakup 150 ribu titik layanan yang rencananya akan dijangkau. Satria akan menyediakan jaringan komunikasi di 93.400 titik ditujukan bagi sekolah, 3.700 titik puskesmas dan rumah sakit, 3.900 markas polisi dan TNI , dan 47.900 kantor pemerintahan.
Satria dibangun untuk menampung kapasitas 150 GB dan diperuntukkan khusus untuk kurang lebih 10 ribu sekolah di luar Pulau Jawa.
Heru mengatakan biaya investasi satelit lebih mahal daripada kabel optik untuk menyediakan jaringan telekomunikasi. Akan tetapi pembangunan satelit lebih cepat dibandingkan kabel optik.
"Satelit lebih mahal dan kelemahannya delay-nya tinggi. Satelit karena nirkabel memang lebih cepat bangunnya daripada serat optik. Sekali ditempatkan di orbit sudah bisa menjangkau wilayah yang luas," kata Heru.
HTS juga memiliki jeda (latency) waktu tinggi yang bisa mengakibatkan internet lemot. Jeda waktu ini disebabkan jarak satelit yang tidak dekat dari bumi.
"Kapasitas dan kecepatan satelit tetap kalah daripada serat optik," kata Heru.
Andi mengatakan kualitas kecepatan jaringan lebih bagus dengan adanya Palapa Ring. Jeda di kabel optik tidak setinggi satelit.
"Video tidak terlalu banyak delay dibandingkan satelit. Kalau satelit gambarnya sampai suaranya belakangan, kalau kabel optik akan hampir bersamaan," kata Andi.
Danny mengatakan satelit terkini tidak dimungkinkan untuk menyediakan jaringan internet karena kapasitasnya jauh lebih kecil dibanding kabel optik.
Ia mengatakan satelit tidak akan mampu memenuhi kebutuhan internet pasar dengan kecepatan 2 Mbps setiap pelanggan.
"Teknologi satelit saat ini mungkin lebih cocok untuk komunikasi data seperti ATM atau siaran. Kedepannya HTS akan bisa melayani daerah 3T," ucap Danny.
Senada, Andi pun mengatakan adanya kabel laut Palapa Ring lebih efektif untuk karakteristik geografis di daerah pesisir. Hal itu karena untuk di daerah pegunungan masih dibutuhkan backhaul.
"Satelit lebih efektif untuk wilayah yang belum dijangkau oleh jaringan Palapa Ring seperti daerah pegunungan, lembah, dan daerah lain yg sulit diakses oleh transportasi," ungkap Andi.
Teknologi satelit yang saat ini dimiliki Indonesia hanya bisa mendukung kebutuhan kecepatan internet rendah dengan kecepatan rata-rata 512 Kbps. Sementara HTS ke depannya bisa memenuhi kebutuhan internet dengan kecepatan 2 Mbps.
Danny kemudian membandignkan perhitungan investasi HTS dengan kabel optik. Menurutnya, kabel optik lebih menguntungkan apabila lebih dekat dengan area layanan dengan potensi jumlah pengguna yang banyak.
"Kalau sudah ada kabel dekat dengan area servis dan jumlah potensial penggunanya banyak , tentunya kabel lebih menguntungkan. Kalau sebaliknya HTS lebih menguntungkan," tutur Danny.
Sementara menurutnya kalau area layanan servis sangat jauh dari kabel, maka lebih baik menggunakan HTS. Pasalnya semakin jauh kabel dengan area layanan, semakin mahal pula investasi.
"Tergantung panjang kabel yang dibutuhkan. Untuk daerah rural mungkin pembangunan kabel sekitar Rp200 juta sampai Rp300 juta per km. Kalau satelit bisa sekitar Rp 5 triliun tapi bisa cover seluruh Indonesia," katanya.
Palapa Ring merupakan proyek pembangunan backbone internet cepat nasional yang menghubungkan seluruh 514 ibu kota kabupaten/kota di Indonesia yang dibangun dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan Non-KPBU.
PT Telkom telah mengintegrasikan backbone serat optik di 457 Kabupaten/Kota melalui skema Non-KPBU. Penggelaran Palapa Ring oleh Pemerintah sepanjang lebih dari 12.000 km di 57 kabupaten/kota di 11 provinsi dengan skema KPBU.
Bekerja sama dengan PT Palapa Ring Barat, PT LEN Telekomunikasi Indonesia, PT Palapa Timur Telematika, pemerintah melalui BAKTI Kominfo telah menuntaskan pembangunan jaringan tulang punggung serat optik nasional.
Palapa Ring Barat diproyeksikan menjangkau 12 kabupaten kota di wilayah Riau dan Kepulauan Riau hingga dengan Pulau Natuna dengan total panjang kabel serat optik sekitar 2.275 kilometer.
Palapa Ring Timur menjangkau 51 kabupaten/kota yang melalui 4 provinsi, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Papua, dan Papua Barat, terdiri dari 35 kabupaten/kota layanan dan 16 kabupaten/kota interkoneksi dengan total panjang kabel serat optik sekitar 6.878 kilometer.
(evn/evn)