Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (
Kemenkominfo) bakal segera berganti pucuk pimpinan.
Rudiantara akan mengakhiri masa jabatan sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (
Menkominfo) dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo Periode 2014-2019.
Selama menjabat beberapa pencapaian utama Rudiantara yang patut diapresiasi adalah selesainya pembangunan kabel laut Palapa Ring, lima
startup unicorn (Tokopedia, Bukalapak, Gojek [Decacorn], Traveloka, Ovo), hingga peluncuran High Throughput Satellite (HTS) Nusantara 1, dan penyelesaian tender dan pembangunan satelit HTS Satria yang rencananya meluncur pada 2022.
Pada detik-detik terakhir kedudukannya sebagai Menkominfo, Rudiantara juga menandatangani regulasi IMEI dengan Kementerian Perindustrian, Jumat (18/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aturan ini dibuat agar operator bisa memblokir ponsel yang terdeteksi memiliki IMEI yang tak terdaftar. Hal ini dilakukan untuk membatasi peredaran ponsel ilegal. Sebab, peredaran ponsel ilegal ini telah menguras pendapatan negara. Aturan ini disepakati oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kemenkominfo, dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Berikut sejumlah janji surga yang masih belum berjalan semestinya hingga masa jabatan Rudiantara berakhir.
1. Revisi UU ITEDesakan kembali merevisi UU ITE semakin besar setelah kasus Baiq Nuril memuncak. Mereka mendesak pasal 27 ayat 1 yang menjerat Nuril direvisi.
Pasal 27 ayat 1 masuk dalam Bab VII yang mengatur soal perbuatan yang dilarang: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."
Selain itu, serentetan kasus lain seperti kasus Youtuber Kimi Hime yang juga dikenai pasal yang sama ikut memicu diskursus soal perlunya memberi batasan yang jelas pada kata susila di pasal ini.
Selain ayat 1, sejumlah ayat lain di pasal ini pun dipermasalahkan, seperti pasal 3 yang mengatur penghinaan dan pencemaran nama baik. Serta ayat 4 terkait pemerasan dan pengancaman.
Pasal lain yang kerap dipermasalahkan adalah pasal 28 ayat 1 terkait penyebaran berita bohong. Ayat 2 terkait ujaran kebencian terkait SARA. Serta Pasal 29 terkait ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Pengamat SAFEnet, Damar Juniarto menyoroti soal hak pemerintah untuk memblokir aplikasi dan akses internet yang dimasukkan dalam revisi pasal 40 ayat 2 UU ITE no. 19 tahun 2016. Kepada
CNNIndonesia.com, ia pun mengkritisi soal hak untuk dilupakan pada pasal 26.
2. Pembenahan registrasi prabayar Pemerintah memperketat aturan registrasi prabayar dengan mewajibkan pelanggan mendaftar dengan NIK dan KK. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Pelaksanaan registrasi kartu prabayar juga diperbarui di era Rudiantara. Sebelumnya, pelaksanaan registrasi prabayar dilakukan secara mandiri oleh pelanggan. Namun, cara ini dinilai tidak efektif karena pelangan bisa mengisi data semena-mena tanpa verifikasi.
Pada 2017, pemerintah memperbarui metode registrasi kartu prabayar. Kali ini, pengguna mesti mendaftarkan identitas mereka menggunakan nomor identitas Nomor Induk Kependudukan dan Kartu Keluarga. Nomor ini lantas dicocokan dengan basis data kependudukan milik Kemendagri.
Cara ini memang membuat data kependudukan yang didaftarkan tergolong lebih tervalidasi. Namun, tetap marak penyimpangan. Salah satunya, pencurian data pribadi. Praktek ini dilakukan dengna menggunakan nomor NIK dan KK orang lain untuk meregistrasi kartu prabayar.
Tak cuma soal registrasi kartu prabayar yang masih menjadi pekerjaan rumah Kemenkominfo.
3. UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP)Data di era digital sudah sering dianggap lebih berharga dari minyak. Hal tersebut telah berulang kali disebut dalam forum ICT. Akan tetapi Peraturan Perlindungan Data Pribadi yang tak kunjung usai di bawah naungan Rudiantara.
Kebutuhan UU Perlindungan Data Pribadi yang komprehensif juga sejalan dengan sejumlah perkembangan aktual, yang terkait erat dengan praktik pengumpulan data pribadi, baik oleh institusi pemerintah maupun swasta. Rudiantara mengatakan UU PDP merupakan inisatif pemerintah.
Draf UU PDP sudah selesai dirancang, Rudiantara pun mengatakan telah dua kali menandatangani RUU PDP. Akan tetapi, proses harmonisasi UU PDP di Sekreriat Negara cukup makan waktu sehingga aturan ini belum juga diajukan ke DPR.
[Gambas:Video CNN]
Harmonisasi dilakukan agar UU PDP tak tumpang tindih dengan aturan lain. Setneg merupakan lembaga negara yang mengkoordinasi agar UU PDP tidak tumpang tindih dengan UU Adminduk.
Rudiantara mengatakan draf UU PDP sudah siap dan tinggal mengirimkan ke DPR begitu rapat pengajuan program legislasi nasional (Prolegnas) berikutnya digelar.
Sesungguhnya aturan PDP telah ada, tapi tercecer di 32 aturan kementerian. Oleh karena itu UU PDP disahkan agar memayungi aturan terkait data pribadi secara keseluruhan.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen Aptika Kemenkominfo), Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan Kemenkominfo berambisi untuk mendorong pengesahan UU PDP.
Selain tersebar, beberapa aturan data pribadi bahkan kontradiktif. Misal yang terjadi pada UU Adminduk dan UU Pemilu.
Menurut UU Adminduk konten data yang ada dalam daftar pemilih adalah bagian dari data pribadi yang harus dilindungi, dan hanya bisa diakses oleh otoritas pemerintah untuk sejumlah keperluan. Sementara UU Pemilu mengatakan Partai Politik bisa mengakses secara utuh data pemilih.
Halaman berikutnya, Repotnya Penggabungan Operator dan Tarik Ulur RUU Penyiaran >>>>
4. Aturan Konsolidasi Operator
Konsolidasi yang mendorong operator untuk merger atau akuisisi dianggap akan menyehatkan industri telekomunikasi. Sebab, saat ini pemain telekomunikasi dianggap terlalu banyak sehingga menyebabkan perang harga yang melukai industri.
Hal ini berdampak pada buruknya layanan telekomunikasi di tanah air. Sebab, operator harus mengurangi biaya-biaya dalam servis dan jaringan demi memberikan harga murah kepada konsumen.
Rudiantara mengakui konsolidasi operator demi kesehatan industri telekomunikasi merupakan hutangnya sejak 2015 silam.
"Ini juga jadi pekerjaan rumah berikutnya soal konsolidasi. konsolidasi tidak akan bisa membangun infrastruktur tidak akan bisa tercapai dengan efisien," kata Rudiantara saat ditemui di rumah dinas Menkominfo, di Jakarta Selatan, Kamis (17/10).
Beberapa hal menjegal konsolidasi operator. Rudiantara mengungkap kendala pertama terkait ego soal kepemimpinan ketika dua perusahaan disatukan. Hal lain terkait valuasi perusahaan. Masalah ketiga adalah soal ketersediaan frekuensi.
Rudiantara mengatakan pemerintah terus melakukan penambahan frekuensi. Hanya saja operator khawatir bahwa frekuensi milik operator A akan dicabut ketika konsolidasi dengan operator B.
Dengan konsolidasi, otomatis akan meningkatkan jumlah pelanggan. Tapi karena spektrum frekuensi mesti dikembalikan kepada pemerintah, operator khawatir jatah frekuensi mereka akan berkurang.
Menghadapi hal ini, Kemenkominfo akan menyiapkan tiga opsi kepemilikan spektrum frekuensi jika terjadi konsolidasi. Pengaturan frekuensi akan dilakukan lewat BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia).
Opsi pertama pertama frekuensi seluruhnya dikembalikan ke operator. Kedua sebagian frekuensi ditarik sebagian kemudian dilelang. Ketiga adalah sebagian ditarik kemudian ditahan dulu sembari menunggu evaluasi dari Kemenkominfo.
Rudiantara menyebut konsolidasi operator layanan telekomunikasi merupakan keputusan pemegang saham, bukan keputusan manajemen level atas perusahaan.
Konsolidasi juga bukan ranah kekuasaan pemerintah. Akan tetapi, Kemenkominfo bisa berperan untuk mengakselerasi konsolidasi melalui aturan. Aturan ini akan memberikan kepastian dan perlindungan terhadap bisnis operator.
5. RUU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002
Hutang lain yang diakui Rudiantara yang belum tuntas ia penuhi adalah Revisi UU Penyiaran. Dalam hal ini adalah soal proses legislasi.
RUU Penyiaran dianggap sudah ketinggalan zaman karena pasal-pasal dengan materi atau substansi menimbulkan adanya ketidakjelasan dan multitafsir yang berbeda hingga mengakibatkan berbagai persoalan hukum hingga saat ini.
Rudiantara mengatakan RUU Penyiaran merupakan program legislasi nasional (prolegnas) inisiatif DPR. Akan tetapi, tak kunjung ada rancangan atau draf RUU Penyiaran dari DPR.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan pemerintah dan parlemen sudah sepakat mengambil jalan tengah terkait model penguasaan frekuensi siaran televisi dalam Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran (RUU Penyiaran).
Jalan tengah itu adalah dengan menggunakan sistem hybrid multiplex yang merupakan kombinasi single mux di mana penyiaran penyiaran dikuasai negara dan multi mux yaitu penguasaan siaran yang dapat dikuasai banyak pihak.
Konsep digital single mux yang dimunculkan Komisi I DPR RI dianggap riskan menjadi praktek monopoli baru dalam dunia penyiaran.
Dalam konsep single mux, nanti akan ada satu regulator saja bagi seluruh Stasiun TV, sehingga unit-unit transmisi milik TV Swasta yang ada di berbagai kota akan hilang bahkan ditutup.