Jakarta, CNN Indonesia --
XL Axiata mengatakan setiap operator harus mengeluarkan dana sekitar US$1 Juta atau sekitar Rp13,6 miliar untuk pengadaan mesin pemblokir
ponsel ilegal. Untuk bisa menghalau ponsel-ponsel ilegal ini, tiap operator mesti memasang alat
Equipment Identity Registration (EIR) untuk melaksanakan pemblokiran ponsel ilegal pada aturan
International Mobile Equipment Indonesia (
IMEI).
Masalah muncul ketika pemerintah tidak memberikan insentif untuk pengadaan alat ini. Ketika dilempar ke pemerintah, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menyebut alat tersebut tidak terlalu mahal.
Lebih lanjut Plt. Chief Technology Officer XL Axiata, I Gede Dharmayusa menyebut biaya pengadaan alat akan lebih mahal lagi jika pemerintah memutuskan untuk menggunakan mekanisme whitelist. Mekanisme whitelist membutuhkan mesin EIR dengan kapasitas lebih besar dibandingkan EIR untuk blacklist. Sebab EIR whitelist harus memproses seluruh IMEI legal yang terdaftar di basis data IMEI, SIBINA.
"Kalau konsep blacklist kita mungkin harus investasi sekitar US$1 Juta. Kalau whitelist bisa jauh lebih besar," ujar Plt. Chief Technology Officer XL Axiata, I Gede Dharmayusa kepada CNNIndonesia.com di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (12/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angka pengadaan mesin EIR yang disebutkan XL Axiata jauh lebih kecil dari proyeksi angka yang pernah disebutkan Tri. Sebelumnya, Tri Hutchison Indonesia mengatakan membutuhkan investasi sebesar Rp45 miliar hingga Rp70 miliar untuk persiapan pemblokiran ponsel ilegal.
Besarnya nilai pengadaan tersebut membuat XL Axiata berharap pemerintah bisa memberikan insentif bagi seluruh operator. Di sisi lain, Gede mengatakan XL Axiata mengatakan Kementerian Komunikasi & Informatika (Kemenkominfo) memang belum pernah menggelontorkan dana secara tunai untuk operator.
[Gambas:Video CNN]"Kita sampaikan hal tersebut [insentif] ke pemerintah, tentu pemerintah bilang mungkin tidak ada insentif yang secara langsung ya. Karena bagaimana pun dalam sejarah belum pernah ada kas yang keluar dari pemerintah untuk operator," kata Gede.
Oleh karena itu, ia berharap insentif bisa dalam bentuk kompensasi yang pada intinya membantu keuangan operator. Akan tetapi, Gede enggan untuk memberi contoh yang ia maksud karena belum ada pembicaraan dengan Kemenkominfo.
"Kami harapkan sih ada kompensasi dalam faktor lain yang kiranya bisa kita juga juga terima baik secara langsung maupun tidak langsung," ujar Gede.
(jnp/eks)