Angka positif virus corona di Indonesia belum menunjukkan tanda penurunan sejak kasus terkonfirmasi Covid-19 pertama kali diumumkan Presiden Joko Widodo pada Maret lalu.
Hingga Kamis (30/7), lima bulan setelah pengumuman, angka positif warga yang terinfeksi corona di Indonesia mencapai 106.336 orang. Angka ini bahkan sudah melebihi China yang sudah lebih dulu menghadapi pandemi ini dengan angka positif tercatat 84.165 orang.
Bahkan China bisa mengatasi wabah Covid-19 di Wuhan dalam tiga bulan. Negara itu juga berhasil mencegah penularan meluas ke sejumlah daerah lain. Sebab, Provinsi Hubei tercatat sebagai propinsi dengan jumlah positif tertinggi (68.135 orang). Sementara propinsi lain di China tak sampai 1.700 orang yang terkonfirmasi positif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini berbanding terbalik dengan Indonesia. Bermula dari wilayah Jabodetabek, kini penularan Covid-19 meluas ke propinsi lain. Jawa Timur masih ada di posisi tertinggi positif corona dengan lebih dari 21 ribu kasus disusul Jakarta dengan 20 ribu kasus. Sisanya, kasus di propinsi lain masih ada di kisaran ribuan kasus, meski tak sampai sentuh angka 10 ribu kasus.
Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman menyatakan respon cepat menjadi kunci keberhasilan China mengendalikan pandemi Covid-19.
Dia mengatakan China langsung mengunci atau lockdown Kota Wuhan setelah mengetahui Covid-19 menular dengan sangat cepat dan berbahaya.
"China dari awal responnya cepat dan tepat, cepat sekali. Jadi tidak dibiarkan, tidak berlama-lama merespon pandemi ini," ujar Dicky kepada CNNIndonesia.com, Senin (27/7).
Dicky menuturkan penguncian wilayah atau lockdown yang dipilih China sangat tepat. Terlebih, dia berkata China berhasil melaksanakan strategi utama pengendalian pandemi, yakni pengetesan, pelacakan, dan isolasi.
Tak hanya itu, dia mengatakan lockdown di China sangat ketat, berbeda dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Indonesia yang masih ada pergerakan orang.
![]() |
"Untuk lockdown sama sekali tidak ada pergerakan, kecuali aktivitas membeli makanan dan itu pun dibatasi waktu dan orangnya," ujarnya.
Menurut Dicky, berdasarkan laporan semua transporatsi ke dan dari Wuhan ditiadakan sejak 23 Januari 2020. Dia juga mengatakan pemerintah China mewajibkan warganya di Wuhan untuk diam di rumah hingga lockdown dicabut pada 8 April 2020.
Meski demikian, Dicky tidak mengelak sejumlah kasus penularan Covid-19 terjadi di daerah lain di China dalam beberapa waktu belakangan. Namun, hal itu terjadi usai lockdown dilonggarkan.
"Angka reproduksi (tingkat penularan) Wuhan menurun dari >2 pada 23 Januari, menjadi 0,3 pada saat lockdown dilonggarkan," ujarnya.
Di luar dari kasus penularan baru itu, Dicky mengingatkan respon cepat dengan pengetesan secara masif juga kunci keberhasilan China. Berdasarkan data, dia mengatakan China telah melakukan pengetesan sebanyak 90 juta orang.
Dia membeberkan tes massal terakhir dilakukan saat Wuhan mengalami ancaman gelombang kedua. Negara itu melakukan tes di bulan Mei 2020, selama 12 hari pada sekitar 80 persen penduduk Wuhan yang berjumlah sekitar 11 juta dengan metode PCR.
"Ketika ada potensi klaster, China langsung melakukan tes yang tidak tanggung-tanggung untuk mencegah penularan. Karena klaster ini jangan dianggap enteng," ujar Dicky.
"Ini suatu upaya yang memang harus dilakukan. Sehingga negara tersebut bisa mengendalikan pandemi," ujarnya.
![]() |
Sedangkan di Indonesia, Dicky menilai PSBB memang tak akan efektif dilakukan untuk menyelesaikan pandemi. Menurutnya, PSBB hanya efektif jika dilakukan pada fase sangat awal ketika wabah masih berskala kecil.
Untuk membendung penyebaran, pemerintah mesti melakukan pengetatan di perbatasan wilayah.
"PSBB memang akan memiliki dampak tdh penurunan R-eff, seperti halnya DKI juga mengalami penurunan R-eff nya menjadi 0,98 setelah pelaksanaan PSBB. Namun PSBB tidak sama dengan lockdown di Wuhan yang bersifat total," tuturnya, Selasa (28/7).
Dengan situasi Indonesia saat ini ketika penyebaran Covid sudah terjadi hampir di seluruh wilayah, maka PSBB makin tidk efektif.
"Tidak ada jalan lain selain meningkatkan kualitas dan kuantitas test trace isolasi kita...Sehingga bisa mendeteksi dini kasus Covid dan mencegah penularan," tuturnya.
Dicky pun mendorong tes PCR dilakukan segera di berbagai daerah dengan tingkat tes masih rendah. Selain itu perubahan perilaku masyarakat hrs terus ditingkatkan dgn edukasi dan sosialisasi.
Dia berkata pengetesan Covid-19 di Indonesia masih sangat jauh jika dibandingkan dengan China. Oleh karena itu, dia berharap Indonesia bisa meningkatkan pengetesan. Selanjutnya, pelacakan dan isolasi juga harus dioptimalkan.
Lebih dari itu, dia mengatakan minimnya strategi pengujian, pelacakan, dan isolasi bisa berdampak buruk bagi layanan kesehatan. Dia berkata bakal terjadi kekacauan jika kasus terus meningkat.
"Kita sudah menghadapi pandemi ini kurang lebih lima bulan dan ini artinya kita tidak boleh menunda-nunda lagi," ujarnya.
(jps/eks)