Heboh Hadi Pranoto, LIPI Sebut Obat Herbal Perlu Uji Klinis

CNN Indonesia
Rabu, 05 Agu 2020 16:16 WIB
LIPI menyebut obat herbal untuk obat Covid-19 atau obat lain perlu melalui tahap uji klinis terlebih dulu sebelum beredar di masyarakat.
Ilustrasi. LIPI sebut sebelum didistribusikan kepada masyarakat, obat herbal perlu dilakukan uji klinis terlebih dulu sebelum mendapat ijin BPOM. (Johannes EISELE / AFP)
Jakarta, CNN Indonesia --

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut herbal untuk obat Covid-19 atau obat herbal secara umum, perlu uji klinis terlebih dulu sebelum beredar di masyarakat.

Hal ini diungkap mengomentari soal klaim Hadi Pranoto, sosok yang viral ketika ia mengklaim telah menemukan obat herbal Covid-19.

Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain LIPI, Wien Kusharyoto membeberkan obat-obat herbal maupun vaksin harus melalui tahapan uji pra klinis dan klinis sebelum diproduksi secara massal setelah mendapat surat edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan(BPOM).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Melalui uji klinis dapat diperoleh informasi apakah pemberian obat herbal yang diuji benar-benar bermanfaat dalam mengurangi infeksi atau dampak infeksi virus dengan membandingkan hasilnya pada relawan yang diberikan plasebo yang merupakan obat pura-pura atau obat yang sudah ada di pasar," ujar Wien saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (5/8).

Sebelumnya, Hadi menyebut kalau obat herbal buatannya sudah mengantongi izin BPOM dengan nomor izin edar POM TR203636031. Izin edar ini untuk herbal Bio Nuswa berupa cairan obat dalam.

Namun, BPOM menyebut belum pernah memberikan izin edar atas obat covid-19. Pihak PT Saraka Mandiri sendiri belum berkomentar ketika ditanya keterlibatan Hadi dalam obat herbal Bio Nuswa.

Menurut Wien, izin edar dari BPOM dipastikan diterbitkan dengan melewati proses uji klinis. Sebab izin edar BPOM berkaitan dengan merek dan klaim yang diajukan. Klaim itu tentu tak bisa dibuktikan dengan pendapat semata, tapi harus diuji secara klinis.

"Klaim tersebut harus terbukti secara ilmiah, misalnya berbasis uji klinis. Karena itu, tidak mungkin Badan POM mengeluarkan izin edar untuk sebuah klaim yang belum terbukti secara ilmiah," ujar Wien.

Manfaat uji klinis

Wien mengatakan melalui uji klinis dapat dibedakan apakah seseorang sembuh karena dia sembuh dengan sendiri karena respons kekebalannya yang kuat atau karena diberi obat herbal yang diuji tersebut.

"Kadang kita juga merasa sakit dan kemudian pergi ke dokter. Namun ketika kita berada di ruang tunggu dokter, kita merasa bahwa rasa sakit atau efek penyakit kita sudah berkurang. Itu yang biasa disebut sebagai placebo effect, harapan yang tinggi akan kesembuhan dapat mengurangi rasa sakit," kata Wien.

Melalui uji klinis, pengaruh placebo effect tersebut terhadap sebuah tindakan pengobatan dapat disisihkan. Wien juga mengatakan uji klinis obat membutuhkan waktu yang lebih singkat daripada uji klinis vaksin.
 

Wien menjelaskan durasi uji klinis tergantung dengan efek atau manfaat yang diperoleh dari obat. Jika benar-benar jelas perbedaannya  antara manfaat obat dengan plasebo, maka uji klinis akan dihentikan setelah memperoleh cukup data.

"Uji klinis tersebut tetap memerlukan metode dan pengujian ilmiah untuk melihat perbedaan efek pengobatan atau manfaat obat herbal yang diuji dibandingkan plasebo," kata Wien.

Wien menegaskan prosedur uji klinis memang merepotkan, karena mesti mempertimbangkan manfaat maupun efek samping yang mungkin timbul dari obat tersebut.

Uji klinis perlu Rp2 miliar

This picture taken on November 7, 2018 shows a woman mixing medicine in the pharmacy of the Yueyang Hospital, part of the Shanghai University of Traditional Chinese Medicine, in Shanghai. - With a history going back 2,400 years, traditional Chinese medicine (TCM) is deeply rooted in China and remains popular despite access to Western pharmaceuticals. Now the authorities are hoping to modernise and export the remedies, but they face major obstacles. (Photo by Johannes EISELE / AFP)Ilustrasi obat herbal. Sebelum didistribusikan kepada masyarakat, obat herbal perlu dilakukan uji klinis terlebih dulu sebelum mendapat ijin BPOM. (Photo by Johannes EISELE / AFP)

Tahapan uji klinis disebut Wien sama seperti vaksin, terdiri dari uji praklinis dan uji klinis tahap I, II dan III. Hanya saja jika uji klinis vaksin dilakukan kepada orang sehat, uji klinis obat diuji pada orang yang sakit.

"Mahal tidaknya tergantung klaim yang diajukan. Sebagai gambaran, sebuah uji klinis formula herbal yang sedang dilakukan membutuhkan dana sekitar Rp2 milyar," tutur Wien.

Lebih lanjut, Wien menyebut biaya untuk uji klinis pengobatan Covid-19, berarti seluruh biaya terkait relawan, metode dan cara pengujiannya harus tersedia.

Selain itu, pengujian juga perlu dilakukan di laboratorium yang bisa melakukan tes swab. Pengetesan ini diperlukan karena terkait dengan pengujian efek obat terhadap virus corona SARS-CoV-2.

"Apakah dengan perlakuan/pemberian formula herbal jumlah virus jauh berkurang atau bahkan hasil swab test negatif," ujarnya.

"Semua uji klinis ribet, karena menyangkut efikasi dan manfaat maupun efek samping yang mungkin timbul."

Minta warga hati-hati

Wien kemudian mengimbau agar masyarakat berhati-hati dengan obat herbal Hadi. Sebab masyarakat bisa membuang-buang uang untuk membeli obat yang tak ada manfaatnya.

Wien juga meminta agar masyarakat berhati-hati dengan pemberitaan obat herbal yang diklaim mampu menyembuhkan Covid-19.

"Meskipun pengobatan tersebut efek sampingnya mungkin rendah. Namun, apabila manfaatnya mungkin belum terbukti secara jelas, maka bisa saja kita mengeluarkan biaya yang tidak perlu untuk membelinya atau mengonsumsinya tanpa merasakan manfaatnya," kata Wien.

(jnp/eks)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER