Pakar membeberkan alasan tes Covid-19 dengan metode reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) atau tes swab untuk mendeteksi virus corona SARS-CoV-2 lebih mahal dari tas antibodi (antigen) atau lebih dikenal dengan rapid test.
Menurut Ahli mikrobiologi Universitas Indonesia, Pratiwi Pujilestari Sudarmono, RT-PCR membutuhkan biaya lebih banyak karena menggunakan mesin khusus dan alat (kit) pendukung.
"Semua komponen itu ditambahkan maka harganya menjadi mahal. Minimum harganya berkisar antara Rp1,2 sampai Rp1,5 juta," ujar Pratiwi dalam konferensi pers virtual Genomik Solidaritas Indonesia (GSI Lab), Rabu (2/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pratiwi menuturkan tes PCR dilakukan dengan dua tahap, yakni virus yang ada di dalam sel manusia harus diekstraksi. Setelah keluar dari sel, virus akan dideteksi apakah SARS-CoV-2 atau bukan.
Zaman dahulu, dua tahapan tes PCR itu dilakukan secara manual. Namun, pengetesan oleh manusia punya tingkat kesalahan yang lebih tinggi.
Seiring dengan perkembangan teknologi, dua tahapan itu dikerjakan dengan menggunakan alat yang dibuat di pabrik untuk mengurangi tingkat kesalahan.
"Harga (per satu kali tes memakai) dua kit ini rerata adalah sekitar Rp500-600 ribu. Kemudian sisanya adalah swab-nya untuk mengambil sampel dari hidung dan tenggorokan. Kemudian kita perlu Viral Transport Medium (VTM) agar virus tidak mati," ujarnya.
Bahkan, kedua tahapan itu bisa dilakukan secara otomatis dengan mesin. Akan tetapi, kit dan mesin harus selaras, tidak bisa pakai kit dengan merek berbeda dan dinamakan sistem tertutup.
"Yang banyak di Indonesia adalah sistem terbuka di mana kita bisa beli kit dari banyak sekali sumber, kemudian kita pakai di berbagai merek mesin," ujarnya.
Pratiwi menyampaikan kit untuk PCR memang mahal. Sebab, dia mengatakan kit membuat pengetesan menjadi otomatis. Harga alat juga mahal karena dirakit di luar negeri. Di Indonesia, tidak ada pabrik yang memiliki kapasitas membuat kit PCR.
![]() |
Tak hanya itu, petugas yang mengambil sampel swab harus menggunakan alat pelindung diri. Dia mengatakan APD sangat penting mengingat sampel virus diambil dari jarak dekat.
Kemudian, sarana pembuangan limbah swab juga menambah biaya RT-PCR. Limbah swab berbahaya, sehingga tidak boleh dibuang sembarangan.
"Kemudian perlakuan terhadap spesimen, virus, dan di laboratorium harus dilakukan di laboratorium khusus. Harus dilakukan di laboratorium biosafery level-2 yang memerlukan pemeliharan yang spesifik," ujar Pratiwi.
Dari seluruh itu, Pratiwi mengakumulasi biaya yang diperlukan untuk sekali tes RT-PCR berkisar Rp1,2-1,5 juta. Bahkan, itu belum termasuk biaya lain seperti jasa dokter hingga analis.
"Itu yang menyebabkan mahal," ujarnya.
Meski mahal, Pratiwi menegaskan RT-PCR lebih akurat. Dia mengatakan RT-PCR tidak perlu diulang seperti rapid tes antibodi untuk mengkonfirmasi.
GSI Lab secara resmi membuka laboratorium tes PCR pertama di Indonesia yang memiliki kapasitas layanan tes PCR berskala nasional dan berkapasitas besar.
Dalam sehari, GSI Lab mampu melakukan pengetesan hingga 5.000 tes. Standar laboratorium GSI Lab disebut mengikuti standar Biosafety Level (BSL) 2+.
GSI Lab juga bisa melakukan pengambilan sampel swab melalui sistem drive through, walk through dan ride through. Selain itu masyarakat juga dapat memilih untuk dilakukan pengambilan sampel swab di lokasi yang diinginkan.
Terdapat pula program #SwabAndSaveIndonesi, yakni setiap dua tes gratis hasi donasi.
(jps/eks)