Guru Besar Ilmu Biologi Molekuler Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Chaerul Anwar Nidom mengatakan mutasi virus corona SARS-CoV-2 yang ada di Indonesia sudah berbeda dengan Covid-19 di Wuhan, China.
Mutasi D614G disebut Nidom telah ditemukan pada sekitar 60 persen sampel virus corona yang menyebar di Indonesia. Virus ini ditemukan pada 23 dari total 40 sampel.
"Kalau kita hitung mutasi D614G, itu sudah ada sekitar 57,5 atau hampir 60 persen virus Indonesia sudah berbeda dengan Wuhan," kata Chaerul dalam wawancara dengan CNNIndonesia TV, Rabu (16/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam mutasi virus corona SARS-CoV-2 varian D614G, aspartat/D diganti dengan glisin/G, pada nomer 614. Varian ini diduga menyebabkan virus COVID-19 ini menular lebih cepat. Hal ini tertulis dalam literasi Pandemi Covid-19 Melawan Virus Cerdik, seperti diterima CNNIndonesia.com, Selasa (15/9).
Oleh karena itu, Chaerul menyarankan agar tak ada lagi riset Covid-19 di Indonesia yang mengambil sampel Covid-19 Wuhan. Pemikiran bahwa virus Covid-19 di Wuhan mirip dengan yang di Indonesia harus dihilangkan.
"Konsep-konsep pemikiran terhadap virus yang ada di indonesia kalau disamakan dengan Wuhan itu keliru karena 60 persen (virus yang menyebar di Indonesia) sudah berbeda dengan virus Wuhan," lanjutnya.
Literasi tersebut di atas merupakan prolog untuk jurnal ilmiah internasional berjudul ''Investigation of the D614G Mutation and Antibody-Dependent Enhancement Sequences in Indonesia SARS-CoV-2 Isolates and Comparasion to South Asian Isolates'. Literasi tersebut dipublikasikan di Systematic Reviews in Pharmacy.
Sebelumnya, Menristek/ Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro mengatakan mutasi ini telah mendominasi virus SARS-CoV-2 di dunia. Sehingga mutasi ini dianggap tidak berbahaya karena dianggap sama saja dengan virus SARS-CoV-2 biasa.
Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain LIPI, Wien Kusharyoto mengatakan pengembangan dan pengujian vaksin tidak akan terganggu dengan adanya mutasi ini.
Sebab, mutasi ini tidak mengubah domain pengikat reseptor (RBD) di ujung protein spike meskipun mutasi D614G terjadi pada protein spike virus. RBD mengikat reseptor ACE2 pada sel manusia.
Intinya, mutasi D614G mengubah protein spike, tetapi tak mengubah bagian RBD yang kritis untuk pengembangan vaksin.
"Mutasi-mutasi tersebut tidak berdampak terhadap vaksin-vaksin yang sedang dikembangkan dan diuji saat ini," kata Wien.
(jnp/eks)