Perubahan Bea Balik Nama (BBN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) menjadi 0 persen untuk mobil baru yang diusulkan diberlakukan hingga akhir tahun belum tentu mampu menyetrum penjualan mobil nasional kembali normal seperti sebelum pandemi.
Usul itu telah disampaikan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk periode hanya sampai Desember 2020. Tujuannya sebagai stimulus penjualan mobil tahun ini yang menukik tajam akibat pandemi virus corona (Covid-19).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira menilai usulan tersebut bukan berarti menjadi 'obat mujarab' untuk menyelamatkan industri otomotif secara cepat. Ia tak yakin penjualan bakal naik signifikan meski harga mobil jadi lebih murah karena beban dua komponen pajak itu dihilangkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bima mengatakan saat ini mobilitas masyarakat masih terhambat akibat angka positif Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Per Senin (21/9) angka harian positif corona kembali mencetak rekor dengan jumlah lebih dari 4.000 orang.
Bima menilai atas dasar itu masyarakat dikatakan bakal berpikir dua kali sebelum membeli mobil baru meski harganya jadi lebih terjangkau.
"Tapi mobilitas masyarakat masih rendah karena adanya pandemi dan PSBB yang belum tahu kapan akan berakhir," kata Bima, Selasa (22/9).
Bima mengutip riset Google Mobility per 11 September 2020 untuk mendukung pernyataannya. Kata dia pergerakan masyarakat Jakarta ke kantor turun 31 persen dan pusat perbelanjaan turun 10 persen, sedangkan rata-rata nasional pergerakan masyarakat ke kantor turun 24 persen.
"Jadi konsumen juga berpikir meski mobil murah tapi kalau mobilitas dibatasi ya apa urgent-nya beli mobil saat ini," ucap dia.
Bima melanjutkan pandemi membuat semua sektor terdampak yang ujungnya melemahkan ekonomi masyarakat. Menurut dia tidak mudah meloloskan pembelian mobil saat ini, apalagi jika memanfaatkan layanan perusahaan leasing.
"Kemudian dari sisi kemampuan bayar masyarakat di Indonesia masih rendah karena pendapatan menurun akibat pandemi," ujar Bima.
"Sebagian besar pembelian mobil baru kan melalui kredit ke bank atau lembaga leasing. Ini juga masih jadi permasalahan, karena suku bunga kredit masih mahal, dan bank masih khawatir NPL [Non Performing Loan/kredit macet] bengkak," katanya kemudian.
Leasing saat ini juga punya pertimbangan sendiri menghadapi pandemi. Kata Bima, walau harga mobil baru jadi lebih murah karena BBN dan PPnBM nol persen, pihak leasing belum tentu langsung mau mengucurkan dana kredit.
"Bank otomatis akan sangat selektif pilih calon debitur. Ada calon debitur semangat mau beli mobil baru karena harga sedang turun, eh bank nya menahan diri khawatir calon debitur tidak kuat menyicil, kan sama saja tidak ngaruh itu," ucap dia.
Harga mobil yang menjadi murah jika usulan Kemenperin disetujui dinilai bakal cuma dinikmati kalangan tertentu. Perwakilan dari kalangan komunitas pemilik mobil mengatakan demikian dan menambahkan selama masa pandemi masyarakat kemungkinan tidak jor-joran beli mobil.
"Tapi di kondisi gini yang beli paling memang punya uang lebih dan garasi lebih," kata Ian Ananta, dari komunitas Chevrolet Spin Indonesia.
Ian mengatakan kebijakan seperti itu mungkin hanya berdampak pada sebagian masyarakat. Sedangkan masyarakat lainnya dikatakan bakal terus memanfaatkan kendaraan yang sudah ada ketimbang membeli baru saat pandemi.
"Rakyat biasa mah tidak ngaruh dengan itu," ucap Ian.
Berbeda dari Ian, Ketua Umum AvanzaXenia Indonesia Club (AXIC) Taufik Hidayatullah meyakini, kebijakan tersebut bakal dimanfaatkan anggotanya yang hendak memiliki mobil baru.
"Ya di tengah situasi sulit begini, bisa jadi stimulus buat yang mau ganti mobil baru," kata Taufik.
Namun Taufik berharap usulan pemerintah disusul program penjualan dari dealer sehingga harga jual mobil baru bisa jauh lebih murah lagi.
"Cuma rasanya kalau dari segi pajak saja kurang stimulusnya, lebih bagus lagi ada program DP rendah dan diskon besar dari APM," ucap Taufik.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan pemangkasan BBN dan PPnBM menjadi nol persen sangat diharapkan sebab selama pandemi industri otomotif tersungkur hingga ke titik terendah. Penjualan mengecil, sementara produksi terbatas.
Penjualan mobil saat pandemi Covid-19 meluas di Indonesia, yakni pada Maret, April, dan Mei mengalami penyusutan signifikan dibandingkan rata-rata penjualan per bulan pada 2019 sebesar 80 ribuan unit.
Penjualan berangsur bangkit pada Juni atau bertepatan dengan kebijakan pemerintah melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kendati begitu pencapaian penjualan masih jauh di bawah perolehan rata-rata bulanan 2019.
Dalam data Gaikindo, penjualan ritel pada Juni naik 74 persen ketimbang Mei menjadi 29.862 unit. Sementara wholesales meningkat menjadi 12.623 unit dari sebelumnya, Mei 3.551 unit.
Kemudian pada Juli, ritel tumbuh menjadi 35.799 unit dan wholesales melonjak 103 persen menjadi 25.283 unit.
Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi pernah mengatakan meski ada kenaikan sejak Juni, angka penjualan mobil hingga Agustus belum membuat industri mobil nasional aman. Pasalnya kenaikan belum menyentuh hasil rata-rata penjualan bulanan tahun lalu.
"Kalau otomotif Indonesia dengan kapasitas produksi besar, kalau sebulan dua bulan tidak apa-apa. Tapi dari April sampai Agustus cuma di bawah 40 persen ya nangis juga," kata Nangoi.
Harapan Gaikindo, menurut Nangoi, relaksasi perpajakan akan membuat penjualan tumbuh dan roda perekonomian Indonesia kembali menggeliat.
"Nah dengan ini harapannya bisa berjalan penjualan mobil naik dan ekonomi berputar lagi," ucap Nangoi.
(fea)