Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan fenomena La Nina sedang terjadi di Samudera Pasifik dengan intensitas sedang. BMKG mengatakan fenomena La Nina berpotensi meningkatkan jumlah curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.
Kasubid Analisis Informasi Iklim BMKG Adi Ripaldi menuturkan La Nina adalah siklus lebih lebih dinginya laut di pasifik equator yang mempengaruhi sistem iklim global. Kejadian itu terjadi pada saat Samudra Pasifik dan Atmosfer di atasnya berubah dari keadaan netral selama beberapa musim.
Adi berkata La Nina bukan merupakan fenomena atau badai yang terjadi di Indonesia atau akan menyambagi Indonesia. La Nina adalah fase pendinginan berkelanjutan di area yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peristiwa La Nina dikaitkan dengan konveksi yang lebih besar dari normalnya di atas benua maritim khususnya Indonesia. Hal itu biasanya akan menyebabkan curah hujan yang lebih tinggi dari rata-rata di sebagian besar wilayah Indonesia dan sekitarnya.
Namun demikian, dampak dari La Nina juga tergantung dari kekuatan La nina itu sendiri yang terdiri dari tiga kategori, yakni lemah, menengah, dan kuat.
"Dan perlu dicatat juga bahwa dampak dari La Nina ini tergantung juga fenomena-fenomena lain seperti Indian Ocean Dipole, kondisi panas dinginya laut di Indonesia, maupun angin monsun yang dominan juga mempengaruhi iklim di Indonesia," ujar Adi kepada CNNIndonesia.com, Senin (19/10).
Secara umum, Adi menyampaikan dampak utama dari fenomena La Nina ke cuaca atau iklim di Indonesia adalah peningkatan curah hujan. Namun kondisi topografi yang berbeda menyebabkan dampak La Nina tidak seragam di seluruh wilayah.
Berdasarkan kajian ilmiah, dampak La Nina berupa peningkatan curah hujan terjadi terutama di bagian tengah dan timur wilayah Indonesia.
Dengan teknologi di dunia numerik prakiraan cuaca dan iklim, Ado berkata La Nina sudah bisa di prediksi beberapa bulan sebelum kejadian. Umumnya La Nina menguat di Oktober dan menyebrang tahun ke Februari, kemudian meluruh lagi menjelang April atau Mei tergantung kekuatan bertahannya fase dingin laut di equator pasifik.
Tak hanya La Nina, terdapat pula fenomena yang dinamakan dengan El Nino. Peneliti BMKG Muhammad Elifant Yugontoro menjelaskan El Nino adalah fenomena memanasnya suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur. El Nino juga memiliki dampak yang beragam dalam lingkup skala global.
Beberapa negara di kawasan Amerika Latin seperti Peru misalnya, El Nino akan berdampak pada meningkatkan curah hujan di wilayah tersebut. Sedangkan di Indonesia secara umum dampak dari El Nino adalah kondisi kering dan berkurangnya curah hujan.
Muhammad menjelaskan El Nino yang terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur dapat berdampak terhadap curah hujan di Indonesia karena adanya Sirkulasi Walker yang berputar sejajar dengan garis khatulistiwa.
Pada kondisi netral, dia berkata Sirkulasi Walker di Indonesia berbentuk konvergen (naik), sehingga meningkatkan potensi pertumbuhan awan konvektif pembentuk hujan.
Sedangkan saat terjadi El Nino, Sirkulasi Walker akan bergeser karena melemahnya angin pasat timuran sehingga di wilayah Indonesia akan berbentuk subsiden (turun) yang menyebabkan potensi pertumbuhan awan konvektif berkurang, sehingga curah hujan cenderung berkurang.
Kondisi geografis Indonesia yang luas dan berbentuk kepulauan juga membuat dampak dari El Nino bervariasi antar wilayah di Indonesia.
El Nino dapat diidentifikasi dengan berbagai macam parameter atau indeks, salah satunya adalah indeks Nino 3.4 yang merupakan nilai anomali suhu muka laut di wilayah Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur.
Kondisi El Nino, lanjut Muhammad ditandai dengan indeks Nino 3.4 yang bernilai positif (+) pada rentang nilai tertentu yang artinya suhu muka laut di kawasan tersebut lebih hangat dari normalnya. Berdasarkan nilai indeks Nino 3.4, BMKG mengklasifikasikan intensitas El Nino menjadi tiga kategori, yaitu El Nino Lemah, Moderat, dan Kuat.
El Nino Lemah berkisar antara 0.5 hingga 1.0; El Nino Moderat berkisar antara 1.0 hingga 2.0; dan El Nino Kuat dengan nilai lebih dari 2.0. Syarat untuk diidentifikasikan sebagai El Nino adalah nilai indeks Nino 3.4 masuk dalam kategori El Nino minimal konsisten selama 5 bulan berturut-turut.