
KALEIDOSKOP 2020
Tabir TV Digital Terbuka Usai Tahunan Digodok

Menjelang penghujung 2020, migrasi TV digital Indonesia pada akhirnya menemui jalan terang. RUU Cipta Kerja Omnibus Law yang disahkan pada November 2020 akan mendorong migrasi TV digital dengan menyuntik mati TV analog secara keseluruhan ini dinamakan (Analog Switch Off/ ASO).
Dalam ayat 2 pasal 60A disebutkan bawah migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghentian siaran analog (analog switch off) diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakukan UU Ciptaker.
UU Ciptaker ditandatangani pada November 2020. Artinya siaran televisi di Indonesia akan dilakukan secara terestrial di seluruh Indonesia dua tahun kemudian atau, November 2022.
Perjalanan panjang ini telah dimulai sejak 1997. Kemudian pada 2004 dilakukan migrasi dari analog telah dilakukan.
Lebih lanjut, pemerintah menetapkan standar Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVBT) juga telah dilakukan pada 2007. Saat itu pemerintah melakukan uji coba DVBT untuk format siaran digital.
Pada 2009, di era Menkominfo Muhammad Nuh, pemerintah mengeluarkan Roadmap infrastruktur TV digital disusun sebagai peta jalan bagi implementasi migrasi dari sistem penyiaran televisi analog ke digital di Indonesia.
Peta jalan ini dimulai sejak awal 2009 sampai dengan akhir 2018.
Sebagai dukungan regulasi terhadap implementasi penyiaran TV digital, pada 2009 pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 39 tahun 2009 tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan Penyiaran TV Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (free- to-air).
Pada November 2011, di era Menkominfo Tifatul Sembiring, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 22 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (free- to-air) sebagai pengganti Permen Kominfo No. 39/2009.
Setahun kemudian, Kemenkominfo menelurkan peraturan Menteri Kominfo No. 05 tahun 2012, mengadopsi standar penyiaran televisi digital terestrial Digital Video Broadcasting - Terrestrial second generation (DVB-T2) yang merupakan pengembangan dari standar digital DVB-T yang sebelumnya ditetapkan pada 2007.
Lihat juga:Beda TV Analog dan TV Digital |
Usaha migrasi TV digital terbentur legislasi
Akan tetapi, upaya ASO terus kandas karena gagalnya kehadiran legislasi berupa Undang-undang di bidang penyiaran. Padahal berbagai negara telah mematikan TV analog.
Belum lagi International Telecommunication Union (ITU) dalam konferensi ITU 2006, telah memutuskan bahwa 119 negara ITU Region-1 harus menuntaskan ASO paling lambat 2015.
Demikian pula pada konferensi ITU 2007 dan 2012, pita spektrum frekuensi radio UHF (700 MHz) semula untuk televisi terestrial ditetapkan menjadi layanan mobile broadband.
Sedangkan di tingkat regional, terdapat Deklarasi ASEAN untuk menuntaskan ASO di tahun 2020. Penyiaran digital di Indonesia tertinggal dibandingkan negara-negara lain, termasuk dari negara tetangga seperti, Malaysia hingga Brunei Darussalam.
Negara-negara itu mengalihkan TV analog ke penyiaran digital atau ASO. Hal ini sudah dilakukan beberapa negara ASEAN karena TV analog dianggap boros frekuensi.
Indonesia bisa disebut tertinggal karena Brunei sudah ASO pada 2017, Singapura 2019, Malaysia 2019, Vietnam, Thailand, dan Myanmar akan ASO 2020.
Meski terlambat dibandingkan negara lain bahkan negara di ASEAN, siaran digital ini nantinya akan mendukung perkembangan ekonomi digital karena membebaskan berbagai frekuensi yang bisa digunakan untuk kepentingan ekonomi digital.
Singkatnya, kecepatan internet juga semakin cepat karena pembebasan frekuensi yang dipakai oleh TV analog.
Kemenkominfo menyebut penyiaran digital bukan hanya persoalan soal penyiaran, tapi juga menyangkut bagaimana memanfaatkan ekonomi komunikasi di masa depan dan teknologi di masa depan.
TV analog disebut boros karena membutuhkan 8 MHz per satu stasiun televisi, sementara untuk 10 MHz bisa digunakan untuk menggelar jaringan 4G yang bisa dipakai atau mencakup jutaan orang.
TV analog boros frekuensi sehingga frekuensi yang tersedia agar masyarakat bisa mengakses internet menjadi sedikit. Padahal saat ini di era digital, Internet sangat dibutuhkan masyarakat.
TV analog banyak memakan pita frekuensi 700 MHz sebanyak 328 MHz. Apabila TV analog beralih ke digital, maka hanya dibutuhkan 176 MHz bagi stasiun televisi.
Indonesia bisa mengalokasikan 112 MHz yang bisa digunakan untuk keperluan lain. Indonesia juga akan memiliki cadangan 40 MHz yang bisa digunakan untuk perkembangan teknologi di masa depan.
Ciptaker juru selamat TV Digital
Kendala legislasi ini akan berakhir ketika UU Ciptaker disahkan oleh Joko Widodo di era kepemimpinan Menkominfo Johnny G. Plate. TV analog akan dimatikan dalam 2 tahun ke depan sesuai dengan ayat 2 Pasal 60A dalam RUU Ciptaker.
"Disampaikan menteri bahwa ASO ini 2 tahun. Jadi kalau misalkan 5 November ditanda tangan presiden, berarti Indonesia akan hentikan siaran analognya pada 5 November 2022," kata Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemkominfo, Geryantika Kurnia.
Agar lebih jelas, Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo, Geryantika Kurnia menjelaskan TV digital bukanlah layanan streaming, bukan pula berlangganan TV kabel.
"Sebenarnya migrasi analog ke digital itu tetap siaran yang sekarang ditonton teman-teman di siaran gratis (free to air) melalui frekuensi, tapi sekarang acaranya secara digital, tak perlu berlangganan, antenanya juga tak perlu dirubah," kata Gery beberapa waktu lalu.
Gery mengatakan siaran digital tersebut bisa diakses baik oleh TV analog maupun smart TV. Dengan catatan TV analog harus dilengkapi dengan alat bantu set top box (STB) atau alat penerima siaran televisi digital yang dapat dikoneksikan ke pesawat televisi lama.
Terkait pengadaan STB, muncul pertanyaan apakah masyarakat yang tergolong tak mampu akan membeli STB atau beralih ke TV digital demi pemerataan penerapan TV digital.
Perihal itu, Kemenkominfo berencana menyediakan 6,7 juta set top box (STB) untuk rumah tangga tidak mampu guna mendukung proyek migrasi televisi analog ke digital.
Kemenkominfo mengklaim kualitas gambar dan suara siaran digital jauh lebih baik dibandingkan siaran analog. Tidak ada lagi gambar yang berbayang atau segala bentuk noise (bintik-bintik semut) pada monitor TV jika menggunakan siaran digital.
Dengan TV digital, Gery menyatakan masyarakat tak perlu lagi khawatir dengan blank spot atau titik lemah sinyal yang membuat gambar menjadi buruk dan berbayang.
Masyarakat juga tak perlu lagi berlangganan TV kabel atau parabola di tempat-tempat dengan titik lemah sinyal.
Sebab televisi digital terus menyiarkan gambar dan suara dengan jernih sampai pada titik di mana sinyal tidak dapat diterima lagi.
Singkat kata, penyiaran TV digital hanya mengenal dua status: Terima (1) atau Tidak (0). Artinya, apabila perangkat penerima siaran digital dapat menangkap sinyal, maka program siaran akan diterima. Sebaliknya, jika sinyal tidak diterima maka gambar-suara tidak muncul.
Sementara itu dalam penyiaran televisi analog, semakin jauh dari stasiun pemancar televisi maka sinyal akan makin melemah dan penerimaan gambar menjadi buruk dan berbayang praktis mengurangi kenyamanan menonton siaran televisi.
(jnp/mik)[Gambas:Video CNN]