Para ahli di Institut Virologi Wuhan (WIV) mengungkapkan kasus pertama Covid-19 tidak muncul dari Pasar Wuhan, China yang diyakini sebagai sumber penyakit Covid-19. Pasar Wuhan sebetulnya merupakan 'korban' dan bukan sumber penularan.
Para ahli WIV juga meyakini bahwa virus SARS-CoV-2 berasal dari tempat lain, bukan dari Pasar Wuhan. Pernyataan ini juga diyakini oleh Profesor Zoonotik di Universitas Georgetown, Colin Carlson yang meneliti perkembangan virus Covid-19.
"Saya belum melihat apa pun yang membuat saya merasa, sebagai peneliti yang mempelajari penyakit zoonosis, bahwa pasar Wuhan ini adalah penyebab penularan," kata Carlson, dikutip LiveScience, Rabu (16/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah kasus awal pandemi di Wuhan disebut terkait dengan Pasar Grosir Makanan Laut Huanan, salah satu distrik di wuhan. Para peneliti kemudian mengambil sampel virus yang ada di pasar. Namun sejak itu sampel jaringan hewan di pasar tersebut tidak menunjukkan jejak virus SARS-CoV-2.
"Tidak ada satupun hewan di sana yang dinyatakan positif. Jadi sejak Januari, ini sebenarnya belum terlalu meyakinkan. Tapi ini bisa diteliti," katanya.
Virus Covid-19 diduga ditularkan oleh kelelawar yang dijual di Pasar Wuhan. Belum jelas apakah virus membutuhkan inang untuk menginfeksi tubuh manusia, atau bentuk penularan pertama kali.
"Ini adalah virus asal hewan yang membuat lompatan, mungkin dari kelelawar ke manusia, mungkin melalui hewan lain, mungkin melalui ternak. Kami belum memiliki data untuk mengetahui di mana atau bagaimana," katanya.
CDC China menduga bahwa virus Covid-19 mungkin saja sudah menyebar ke tempat lain sebelum mencapai Wuhan lewat makanan beku. Dalam salah satu jurnal ilmiah yang dikeluarkan China, menyebutkan sumber virus corona bisa saja berasal dari India dan Bangladesh.
Dugaan tersebut bersumber pada peta denah Pasar Wuhan yang tersebar di internet. Salah satunya surat Kabar China, The South China Morning Post menerima denah lantai pasar Wuhan, dalam peta tersebut ditunjukkan dugaan kasus positif dan peta penyebaran.
Setiap blok di pasar dibedakan dengan kode warna yang dikumpulkan CDC pada Januari 2020 lalu. Deskripsi peta tersebut menunjukkan pasar Wuhan memiliki 33 kios dari 45 kios yang dicurigai (suspek) menjadi tempat terinfeksinya manusia.
Penemuan suspek tersebut hingga kini masih belum bisa dijelaskan, terutama status seluruh kios yang dicurigai sebagai tempat awal infeksi Covid-19. Ditambah lagi laporan bahwa alat kit untuk tes Covid-19 telah tersedia seminggu sebelum dugaan penyebaran kasus Covid-19 di Pasar Wuhan.
Jurnal itu juga mencatat bahwa denah lantai Pasar Wuhan yang dicurigai sebagai klaster kasus suspek, tidak bisa dijadikan untuk memverifikasi pernyataan awal CDC China pada awal pandemi Covid-19, bahwa kasus tersebut terkonsentrasi di sektor penjualan makanan laut beku Wuhan.
"China tidak pernah menghasilkan bukti yang menunjukkan hubungan antara sampel makanan beku dan kasus Pasar Wuhan," kata jurnal tersebut, dikutip BGR, Rabu (16/12).
Departemen Kebebasan Informasi (FOIA) Amerika Serikat juga mendapat peta serupa dari WHO dan CDC AS, namun versi tersebut juga kabur dan memiliki warna yang berbeda-beda.
Sehingga tidak ada kesimpulan langsung yang dapat diambil dari kedua versi peta denah Pasar Wuhan tersebut. Tapi ini membuktikan bahwa China memang menyelidiki pandemi Covid-19 di Wuhan dengan detail.
Direktur CDC China, Gao Fu juga masih menyelidiki asal-usul virus corona. Selama hampir setahun penelitiannya, pihaknya masih belum menemukan apakah SARS-Cov-2 memiliki reservoir atau membutuhkan inang untuk menginfeksi manusia.
"Selama hampir setahun, kami bertanya pada diri sendiri, 'apakah Covid-19 memiliki reservoir atau inang perantara?' Kami bekerja sangat keras, kami belum menemukan apapun," katanya.
Sebelumnya, sejumlah peneliti China juga memunculkan teori baru yang menyatakan bahwa SARS-Cov-2 itu berasal dari India, bukan dari Wuhan.
Penelitian ini telah ditinjau oleh sejawat (peer reviewed) dan diterbitkan dalam jurnal Molecular Phylogenetics and Evolutiondan tertulis dipimpin oleh Shen Libing, dari Ilmu Biologi, Institut Shanghai.
Shen kemudian menuding cuaca ekstrem mungkin telah memicu pandemi Covid-19 di India. Pada Mei 2019, India diserang gelombang panas terpanjang kedua. Kekeringan disebut memaksa hewan dan manusia ambil sumber air minum dari tempat yang sama.
Menurut Shen, area wabah corona pertama seharusnya memiliki keragaman genetik terbesar, menandakan bahwa wabah tersebut sudah ada lebih lama. Shen lalu mengklaim tidak ada daerah lain yang memiliki keragaman virus lebih banyak daripada India dan Bangladesh.