Sharlini Eriza Putri. Perempuan kelahiran 1987 ini ternyata sudah memiliki ketertarikan dunia sains sejak masih di bangku sekolah dasar (SD). Ibunya yang berkecimpung di dunia penelitian menjadi pemantik Sharlini untuk menyukai dunia microbiome.
Secara singkat, microbiome merupakan ekosistem mikroorganisme yang ada pada tubuh manusia. Microbiome ini diklaim punya peran penting menjaga kesehatan kulit. Bila microbiome pada tubuh kita seimbang, maka ekosistem ini bisa memulihkan dan memperkuat lapisan kulit.
Senang makan nasi padang membawa keuntungan baginya untuk bisa sering bermain dan melihat ibunya bekerja di laboratorium yang terletak di bilangan Salemba, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena hobinya suka makan nasi padang, gimana caranya beralasan biar saya bisa ke lab ibu saya yang bersebelahan dengan warung nasi padang," kenang Sharlini saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Suka dengan pelajaran IPA sejak kecil membuat Sharlini remaja memutuskan memilih jurusan teknik kimia di Institut Teknologi Bandung (ITB) usai lulus Sekolah Menengah Atas (SMA).
Baginya, teknik kimia memiliki ilmu yang sangat umum. Hal tersebut dinilai cukup kuat untuk dijadikan pondasi kerangka berpikir dan modal pijakan karirnya kelak.
"Teknik kimia enggak spesialis. Matematika-nya ada, biologinya ada, fisika-nya ada, jadi seimbang semua ilmunya," ujarnya.
Lulus dari ITB, Sharlini memulai karir pertamanya di sebuah perusahaan swasta. Ia ditempatkan pada sektor energi, pangan dan pengolahan limbah karena sudah akrab dengan bakteri.
Mengenyam pengalaman di sektor energi selama kurang lebih empat tahun, membuatnya ingin melanjutkan studi Master di Imperial College London, Inggris dan mengambil program studi mechanical engineering.
Lulus dari London, bersama dua rekannya, Sharlini mendirikan perusahaan rintisan (startup) bernama Nusantics. Perusahaan yang berbasis Genomics Technology pada tahun 2019.
Secara ringkas, Nusantics lahir dari penelitian soal keterkaitan antara kulit sehat dengan keseimbangan microbiome dalam kulit wajah. Tidak seperti klinik kecantikan pada umumnya, Nusantics justru menyarankan konsumen untuk tidak memakai produk kecantikan ketika kulitnya sudah sehat.
Pasalnya, produk kecantikan justru bisa merusak keseimbangan microbiome dalam wajah. Awalnya Nusantics hanya berbasis pada analisa dan perawatan kulit lewat metode swab kulit atau genomics technology.
Namun saat dunia hingga Indonesia digegerkan Covid-19, Sharlini yang kini menjabat CEO Nusantics itu ingin memberikan kontribusi untuk penanganan pandemi dengan fokus membuat alat deteksi Covid-19 berbasis saliva atau air liur.