Silicon Valley merupakan pusat inovasi di Amerika Serikat (AS) yang berhasil mencetak banyak perusahaan teknologi raksasa dan kini namanya kerap dicatut berbagai negara dunia untuk menciptakan kawasan serupa, termasuk Bukit Algoritma di Sukabumi, Indonesia.
Silicon Valley terletak di selatan San Francisco, California, Amerika Serikat (AS). Wilayah ini menampung 2.000 perusahaan teknologi yang merupakan konsentrasi terpadat di dunia.
Area ini telah menciptakan pusat bagi perusahaan inovatif. Sejumlah perusahaan teknologi yang kita kenal sekarang seperti Apple, Facebook, Google, dan Netflix, lahir di kawasan ini. Silicon Valley juga jadi tempat lahir perusahaan seperti Tesla, Twitter, Yahoo, dan eBay.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu ada pula perusahaan penunjang bisnis seperti Cisco, Oracle, Salesforce.com, Hewlett-Packard, dan Intel. Sejumlah perusahaan ternama lain seperti Adobe, Intuit, dan Zynga juga ada di sini.
Kesuksesan ini telah membuat nama Silicon Valley menjadi branding yang banyak ditiru negara lain. Banyak negara yang menggembar-gemborkan kalau mereka akan membangun kota X menjadi Silicon Valley negara Y.
Hal serupa terjadi di Indonesia. Tak sedikit kota di Indonesia yang gembar-gembor akan menjadi Silicon Valley versi lokal. Sebut saja yang sedang ramai di Sukabumi, TMII, dan beberapa kota sebelumnya yang juga sesumbar hal serupa. Bandung, Singasari, Banten, hingga ibu kota baru "dijual" dengan embel-embel Silicon Valley.
Tapi sebenarnya apa resep kesuksesan Silicon Valley yang sulit ditiru oleh negara-negara lain? Dikutip Scientific American, meski sudah berdiri nyaris 100 tahun, masih banyak yang mencoba menebak apa yang menjadi resep sukses Silicon Valley melahirkan begitu banyak perusahaan teknologi raksasa yang mendunia.
Salah satu kunci sukses adalah wilayah sekitar Silicon Valley memiliki banyak universitas, pusat penelitian pemerintah dan laboratorium komersial. Tersedia pula akses ke pemberi modal ventura yang berlimpah dan budaya berwirausaha yang sangat berani mengambil risiko.
Selain itu, perusahaan-perusahaan yang ada di tempat ini sangat baik dalam mengintegrasikan inovasi mereka dengan strategi bisnis, sehingga perusahaan-perusahaan itu bisa berkembang pesat.
Studi Booz&co berjudul Global Innovation 1000 menunjukkan perusahaan di Silicon Valley hampir empat kali lebih mampu menyelaraskan strategi perusahaan mereka dengan inovasi yang dilakukan. Selain itu, budaya perusahaan di tempat ini juga 2,5 kali lebih mendukung inovasi.
Selain itu, perusahaan-perusahaan yang berdiri di Silicon Valley juga diwarnai dengan semangat kerjasama. Sebab, banyak pendiri perusahaan lokal berasal dari sekolah yang sama, sehingga membuat mereka saling mempromosikan satu sama lain tanpa memandang afiliasi perusahaan.
Dikutip The Balance, jaringan profesional yang tercipta di sana juga menghasilkan pertukaran informasi yang terbilang mudah. Perusahaan menemukan bahwa kolaborasi di antara mereka membuat perusahaan rintisan relatif lebih sukses.
Negara Bagian California melarang klausul anti persaingan. Akibatnya seorang yang brilian yang berkinerja baik dapat meninggalkan perusahaan untuk memulai perusahaan mereka sendiri, untuk mengembangkan ide-ide baru. Hasilnya, karyawan akan fokus membantu satu sama lain dalam memecahkan masalah.
Alasan yang sering diabaikan adalah keragaman budaya Silicon Valley. Antara tahun 1995-2005 lebih dari separuh perusahaan baru didirikan oleh para imigran. Keberagaman mengarah pada inovasi selama semua orang berfokus pada tujuan bersama mereka.