Jakarta, CNN Indonesia --
Kisah rakyat Sangkuriang sering kali dikaitkan dengan Gunung Tangkuban Parahu. Namun, ada pula teori yang mengaitkan kisah ini dengan Sesar Lembang.
Legenda atau kisah rakyat memang acapkali jadi salah satu bentuk penyampaian peristiwa alam yang terjadi di masa lalu, sebelum ilmu kebumian lahir. Dinarasikan menjadi cerita, agar lebih mudah dicerna dan diturunkan dari generasi ke generasi.
"Deskripsi bagaimana Danau Bandung Purba dibendung dan bagaimana Gunung Tangkuban Parahu terbentuk, terangkum dalam legenda Sangkuriang. Itulah jawaban akan peristiwa alam saat itu," tulis T Bachtiar, Anggota Masyarakat Geografi Nasional Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung, dalam bukunya Gunung Sunda dan Danau Bandung Purba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Legenda Sangkuriang sendiri sudah sangat tua umurnya dan populer di masyarakat sejak abad 15 dan 16. Kisah Sangkuriang ini diabadikan oleh Bujangga Manik, seorang tohaan atau satria pengelana yang juga bangsawan Kerajaan Sunda (Pakuan Pajajaran).
Legenda ini termaktub dalam catatan perjalanan suci di pinggiran Cekungan Bandung pada 1500-an. Catatan geografisnya itu tersimpan di Perpustakaan Bodleian, Oxford, sejak 1627. Dalam catatan itu Bujangga Manik menulis:
"Aku berjalan ke arah barat, sampai ke Bukit Patenggeng,
Situs purbakala Sang Kuriang tatkala akan membendung Ci Tarum,
Gagal karena kesiangan..."
Peneliti LIPI Mudrik Daryono menjelaskan dalam kisah Sang Kuriang ini, terdapat satu plot yang menyebut Sangkuriang menebang pohon raksasa untuk dibuat perahu. Dayang Sumbi meminta syarat dibuatkan danau dan perahu sehari semalam sebagai syarat pernikahan mereka.
Pohon raksasa ini ditebang Sangkuriang untuk membuat perahu. Saat ditebang, pohon raksasa roboh ke arah barat. Dari kisah ini, lantas Mudrik menginterpretasikan pohon roboh akibat ditebang ini sebagai tanda pernah ada gempa hebat di sekitar kawasan cekungan Bandung.
"Jadi saya menyimpulkan cerita Sangkuriang menceritakan gempa bumi lampau oleh mitos," jelasnya.
Menurut Mudrik pembuat kisah Sangkuriang sebenarnya adalah seorang pengamat yang sangat baik. Ia menceritakan dengan detail kejadian yang terjadi di sekitar cekungan Bandung yang diabadikan dalam kisah rakyat agar selalu diingat turun temurun.
"Jadi dengan cerita Sangkuriang ini, dia sebenernya observer yang bagus. Dia mencoba mengangkat fenomena alam yg ada di Sesar Lembang itu. Ia melihat ada retakan, kemudian dilihat ranting bercabang, rinci sekali menceritakannya. Kemudian diangkat jadi cerita Sangkuriang," tuturnya lagi.
Terdapat beberapa plot dalam kisah Sangkuriang yang menurut Mudrik menjadi simbol peringatan soal Sesar Lembang bagi warga di sekitar Cekungan Bandung.
Pertama, soal pohon raksasa tumbang. Menurut Mudrik pohon yang ditebang biasanya akan diikuti oleh getaran saat pohon jatuh. Sehingga, pohon jatuh itu menjadi simbol getaran gempa yang dirasakan penduduk sekitar cekungan Bandung.
Kedua, arah roboh pohon dari timur ke arah barat yang menurut Mudrik hal ini persis dengan arah Sesar Lembang yang memanjang dari timur ke barat.
Ketiga, persamaan lain yang ia temukan adalah persamaan posisi lokasi Bukit Tunggul di kenyataan dan dalam kisah Sangkuriang.
Dalam kisah Sangkuriang, pohon itu roboh timur ke barat, sehingga tunggul ada di Timur dan ranting ada di Barat. Tunggul dalam bahasa Sunda berarti sisa pangkal dari pohon yang sudah ditebang. Menariknya, Bukit Tunggul memang berada di ujung timur Sesar Lembang. Sementara ranting-ranting pohon raksasa itu diinterpretasikan sebagai simbol dari Gunung Burangrang yang memang ada di barat Sesar Lembang.
"Kemudian tunggulnya di Bukit tunggul, rantingnya di burangrang. Arahnya barat timur, jadi menurutku itu menceritakan jalur Sesar Lembang," ujar Mudrik .
Keempat, masih menurut Mudrik, terkait dengan syarat Sangkuriang yang harus membuat danau dalam satu malam.
"Kalau kita tahu bahwa sisi selatan naik terhadap sisi utara dan ada relatif vertikal 20 persen (di bagian timur Sesar Lembang). Apa yang terjadi kalau tiba-tiba terangkat? Sungai yang di utara terbendung dalam satu malam," ujarnya lagi
"Maka (bisa) terbentuk danau dalam satu malam," ujarnya bersemangat.
Kawah di kawaasn Gunung Tangkuban Parahu
|
Banyak interpretasi berbeda
Legenda Sangkuriang rupanya memang telah lama memikat para geolog. Fragmen kisah Sangkuriang bahkan masuk dalam buku geologi R.W. van Bemmelen (1949) dan J.A. Katili (1962).
Mengutip situs Bappenas, sejak tahun 1949, legenda itu menyebar di kalangan ahli geologi dunia. Bahkan sejak tahun 1962, legenda itu dibaca oleh seluruh peserta kursus B1 Ilmu Bumi dari seluruh Indonesia.
Namun, terdapat sedikit beda interpretasi terhadap kisah Sangkuriang yang menebang pohon lametang dan roboh ke barat. Dalam kisah yang diinterpretasikan Van Bemmelen, Gunung Burangrang dan Bukit Tunggul, hanyalah bagian kecil dari gunung besar, yaitu Gunung Sunda.
Namun, Mudrik senada dengan Van Bemmelen bahwa Bukit Tunggul adalah bagian pangkal pohon lametang dan rangrangan atau sisa dahan, ranting dan daunnya disimbolkan sebagai Gunung Burangrang.
 Lembah Patahan Lembang yang diinterpretasikan muncul dalam kisah Sangkuriang (dok. Eka Santhika) |
Ketidaksepakatan juga dilontarkan T. Bachtiar. Menurutnya, hubungan kisah Sangkuriang dengan Sesar Lembang kurang berkaitan.
"(Kisah Sangkuriang) kaitan dengan pembentukannya Sesar Lembang sebenarnya kurang, dalam tanda kutip tidak ada kaitan," jelasnya saat ditemui (7/4).
Ketidaksepakatan ini menurut Bachtiar lantaran ia lebih sepemahaman dengan Van Bemmelen dan naskah Bujangga Manik yang menyebut danau yang dibuat Sangkuriang membendung sungai Citarum. Sehingga, danau yang dimaksud adalah danau Bandung Purba.
Sehingga ia kurang sepakat jika danau dalam kisah Sangkuriang merujuk pada danau yang terbentuk dalam semalam karena terangkatnya Sesar Lembang bagian timur.
"Kalau di utara Sesar Lembang terbentuk jadi danau -- yang saya bilang rawa-rawa-- tapi itu kan volumenya kecil kalau utara lembang. (Tapi), kalau gunung Sunda meletus, membendung Citarum di utara Padalarang," katanya.