Jakarta, CNN Indonesia --
Varian virus corona Delta atau B.1.617.2 merupakan varian mutasi pertama kali terdeteksi di India dan telah menyebar ke lebih dari 60 negara seperti di Inggris dan Indonesia.
Varian delta menyumbang sekitar 60 persen dari kasus virus corona di Amerika Serikat. Sementara di Inggris, varian ini telah menyumbang 90 persen kasus infeksi Covid-19 baru.
Sementara di Indonesia, sebanyak tiga pasien posien positif Covid-19 di Jawa Timur, dinyatakan terinfeksi corona varian B16172 Delta. Mutasi jenis ini merupakan strain asal India.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Temuan itu diungkapkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Ia menyebut hal itu baru diketahuinya setelah mendapatkan laporan hasil penelitian whole genome sequencing yang dilakukan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
Apa itu virus corona varian Delta?
Varian delta (B.1.617.2) merupakan turunan dari B.1.617 yang pertama muncul di India pada Oktober 2020. Virus ini pula yang kini dipercaya menjadi penyebab gelombang dua pandemi Covid-19 di India.
Meskipun ada banyak perubahan kecil yang berbeda dalam urutan genetik virus, ada empat jenis utama yang saat ini beredar lebih cepat. Strain yang pertama kali terdeteksi di Inggris yang dikenal sebagai strain Kent, Afrika Selatan, Brasil, dan India masing-masing diidentifikasi melalui kombinasi mutasi tertentu.
Apakah lebih mematikan?
Berdasarkan data PHE pada 3 Juni 2021 belum menunjukkan bukti varian ini lebih mematikan. Namun, kemungkinan risiko seseorang yang terinfeksi varian ini masuk rumah sakit lebih tinggi ketimbang varian Alfa (Kent/ varian Inggris). Namun, perlu data lebih banyak untuk memastikan temuan ini.
Bagaimana varian terbentuk?
Mengutip USA Today, CDC mengatakan varian virus corona adalah hasil dari perubahan gen virus. Setiap kali virus bereplikasi, mutasi secara alami terjadi pada materi genetiknya. CDC mencantumkan total sembilan varian umum yang dipantaunya.
Semua virus, termasuk virus corona bermutasi seiring waktu. Sehingga, hal ini menyebabkan munculnya berbagai varian virus dengan karakteristik yang berbeda pula.
Sebab, ketika virus seperti Covid-19 masuk ke dalam tubuh, virus itu mulai berkembang biak dengan mereplikasi diri dengan cepat. Setiap kali mereplikasi itulah kemungkinan mutasi terjadi.
Apa saja gejala varian Delta?
Bhakti Hansoti yang merupakan profesor kedokteran darurat dan kesehatan internasional di Universitas Johns Hopkins, mengatakan infeksi varian Delta di India dan AS datang dengan gejala yang sama seperti virus Sars-CoV-2 asli, namun cenderung lebih parah.
Hansoti mengatakan dokter telah melihat kemungkinan peningkatan gangguan pendengaran, sakit perut parah dan mual pada pasien yang terinfeksi varian baru itu.
Dalam banyak kasus, pasien cenderung dirawat di rumah sakit dan lebih memerlukan perawatan oksigen dan mengalami komplikasi.
Bagaimana bagi mereka yang sudah divaksin?
Sebuah studi dari Public Health England menunjukkan dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech 88 persen efektif melawan penyakit simtomatik dari varian Delta, dan berhasil mencegah rawat inap di rumah sakit hingga kematian.
Dalam studi yang sama, vaksin Oxford/AstraZeneca 60 persen efektif dalam mencegah kasus gejala Covid yang disebabkan oleh varian Delta, dua minggu setelah dosis kedua.
Vaksin Johnson & Johnson juga diklaim mampu melindungi manusia dari varian virus Delta.
Namun, penelitian tersebut menemukan satu kali suntikan vaksin Pfizer hanya 33 persen memberi proteksi.
"Jadi tanpa itu [dosis kedua] masih membuat mereka sangat rentan [terhadap penyakit] dan varian ini sangat menular," kata Hansoti, mengutip BHF.
Jonathan Baktari, CEO sebuah perusahaan perawatan kesehatan dan kebugaran, mengatakan varian Delta adalah bukti pentingnya mendapat dua kali suntikan vaksin Covid-19.
Apa yang dikhawatirkan ahli kesehatan?
Baktari mengatakan ancaman terbesar dengan varian Delta adalah kemampuannya untuk menginfeksi dengan mudah dan cepat.
Dia membandingkannya dengan benda lengket yang jika satu orang terinfeksi berada di sebuah ruangan dan berbicara atau bersin, itu akan lebih mudah menempel pada orang lain.
"Aerosol akan melepaskan virus dan virus lebih mudah menempel pada korban berikutnya," kata Baktari.
Kekhawatiran Hansoti tidak hanya terletak pada varian baru, tetapi juga dengan keinginan AS untuk kembali normal musim panas ini.
Orang-orang kelelahan karena jarak sosial dan isolasi selama berbulan-bulan. Saatnya bersosialisasi dan liburan. Kegiatan-kegiatan yang bercampur dengan varian yang sangat menular itu dianggap mengkhawatirkan, terutama di kalangan yang tidak divaksinasi.