HUT RI KE-76

Berharap Diaspora dan Asa RI Merdeka di Bidang Teknologi

CNN Indonesia
Selasa, 17 Agu 2021 11:40 WIB
Indonesia sudah merdeka 76 tahun, namun untuk merdeka di bidang teknologi dan sains masih perlu tahapan dan perjuangan yang tidak mudah.
Ilustrasi merdeka di bidang sains dan teknologi. (MinkS/Pixabay)

Lebih lanjut, Handoko menegaskan pihaknya sudah secara massif melakukan investasi infrastruktur agar diaspora yang kembali ke RI bisa melanjutkan riset sesuai passion mereka.

Infrastruktur seperti laboratorium dan instrumen lain diklaim sudah dibangun sejak tiga tahun lalu. Saat ini pembangunan infrastruktur untuk periset sudah 65 persen di setiap bidang. 

"Sekarang kita juga sudah mulai masuk ke infrastruktur terkait antariksa dan nuklir. Karena dua itu masih jauh tertinggal, padahal penting dan RI punya potensi besar," klaim Handoko.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu infrastruktur yang dimaksud Handoko adalah pusat observasi langit yang ada di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga Stasiun Antariksa di Biak, Papua. Sementara untuk nuklir pemerintah sedang fokus ke kedokteran nuklir atau pemanfaatan teknologi nuklir untuk medis, material dan biomaterial.

"Kalau di total-total dana investasi itu sekitar Rp2,5 Triliun," kata Handoko.

Merdeka Secara Teknologi dan Sains

Ke depan pembangunan infrastruktur riset diklaim tidak akan pernah berhenti karena sudah didukung oleh APBN dan akan menggoda orang Indonesia yang pintar di luar negeri untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri secara teknologi dan sains.

Kendati demikian Handoko mengaku untuk urusan sains dan teknologi setiap negara dunia, termasuk Indonesia tidak bisa berdiri sendiri. Sama seperti bisnis, sains dan teknologi memerlukan kolaborasi global.

"Tidak ada satu pun negara yang bisa lakukan sendiri. Kita berkompetisi tapi juga berkolaborasi jadi kita kompetisi yang kolaboratif. Seperti Amerika Serikat (AS), China itu tidak ada yang bisa berdiri sendiri," ungkap Handoko.

Jadi menurut hemat Handoko, merdeka secara teknologi dan sains itu harus lebih kepada seberapa jauh Indonesia meningkatkan nilai tambah dari sumber daya yang sudah dimiliki.

"Meningkatkan nilai tambah itu pasti perlu riset dan Iptek dari sumber daya alam lokal dan keanekaragaman yang kita sudah punya, seperti keanekaragaman hayati, geografis. Misalnya bandara antariksa atau stasiun observasi langit itu di negara lain tidak ada. Observasi langit di selatan khatulistiwa ya cuma RI," ujarnya.

Ajak Diaspora Pulang Bukan Perkara Mudah

Pengamat kebijakan publik, Totok Amin Soefijanto, mengatakan BRIN perlu memperhatikan beberapa poin penting seperti rencana strategis yang matang, fasilitas sampai upah yang sepadan agar orang-orang pintar RI yang ada di luar negeri mau mengabdi membangun teknologi dan sains dalam negeri.

"Tidak cukup dengan nasionalisme atau membela negara. Mereka di sana sudah lebih mapan. Jadi daya tarik apa yang membuat mereka mau pulang. Kalau gaji gak bisa dibandingkan. Artinya mereka lebih besar gajinya di sana," kata Amin kepada CNNIndonesia.com.

Selain itu penempatan dan proyek kerja diaspora ketika pulang harus sudah jelas seperti di bidang listrik, komputer, internet, atau bidang teknologi lain. Pemerintah juga perlu mempersiapkan fasilitas yang mumpuni demi menunjang pekerjaan, seperti laboratorium standar internasional.

"Mulai tuh minta bantuan ke kedutaan-kedutaan kita yang ada di luar negeri, kira-kira saya butuh orang ini, siapa yang bisa ditarik," tambahnya.

Gaji di Luar Negeri Masih Lebih Menggiurkan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3 4 5
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER