Jakarta, CNN Indonesia --
Hujan lebat yang mengguyur puncak es Greenland menyebabkan peristiwa pencairan es pada 14-15 Agustus lalu merupakan pertama kali dalam sejarah dan membuat sejumlah ahli khawatir.
Hujan di puncak Greenland merupakan kejadian pertama kali dalam sejarah dan menyebabkan temperatur di puncak gunung meningkat. Fenomena ini juga tercatat sebagai hujan "paling lebat" di Greenland sejak 1950.
Hujan ini membuat es di Greenland mencair hingga 872 ribu kilometer persegi atau setara dengan ukuran negara Namibia di Afrika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebelumnya tidak ada laporan tentang hujan di lokasi ini, dengan ketinggian 3,216 meter" ujar peneliti National Snow and Ice Data Center (NSIDC) dalam keterangan resmi seperti dikutip CNN.
Para ilmuwan mengatakan kejadian hujan ini dikenal sebagai antisiklon. Kondisi ini membuat cuaca panas bertahan hingga menciptakan gelombang panas di suatu area dalam jangka waktu yang lama.
Antisiklon di permukaan es Greenland disebabkan oleh udara hangat dan uap air yang didorong oleh tekanan udara yang tinggi dari tenggara Greenland dan pulau Baffin.
Catatan ahli jelang terjadi hujan
Sejumlah lembaga mengungkap data pantauan yang menyebabkan terjadi hujan di kawasan Greenland. National Snow & Ice Data Center (NSIDC) menyebut hujan disebabkan oleh pola sirkulasi udara yang sangat mirip dengan pencairan ekstensif pada Juli lalu.
"Pusat tekanan rendah yang cukup kuat (tekanan pusat 987 milibar) bergerak ke timur laut melintasi Teluk Hudson menuju Pulau Baffin. Pada saat yang sama, tekanan udara yang tinggi di ujung selatan Greenland di Selat Denmark menciptakan gradien tekanan yang kuat di Laut Labrador selatan dan Teluk Baffin, memaksa angin kencang dari selatan-barat daya ke timur laut dan ke barat daya Greenland," tulis NSIDC.
Udara lembab yang hangat ini kemudian menutupi pulau itu selama beberapa hari berikutnya sehingga menyebabkan turun hujan dan pencairan.
Fenomena hujan deras yang guyur Greenland merupakan pertama kali dalam sejarah. Menurut Von Walden dari Summit Station Science Coordination Office and Washington State University Amerika Serikat (AS), hujan deras ini merupakan yang pertama terjadi sejak National Science Foundation yang terletak di puncak Greenland berdiri pada akhir 1980-an.
Berdasarkan pantauan satelit NASA, hujan ini memperparah pencairan es yang terjadi di kawasan ini.
Sebelumnya, pencairan es di Greenland hanya terjadi akibat kenaikan suhu semata seperti terjadi pada 2012 dan 2019. Tapi, baru kali pertama pencairan es makin parah akibat terjadi hujan deras seperti diungkap Christopher Shuman, glasiologis dari UniversitasMaryland, AS, yang berkantor di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard, NASA.
"Panas musim panas memicu peristiwa pencairan besar lainnya pada 14-15 Agustus 2021, tetapi kali ini, pencairan diperparah oleh curah hujan," seperti tertulis dalam situs resmi.
[Gambas:Photo CNN]
Menurut data dari Pusat Data Salju dan Es Nasional AS (NSIDC), hujan di Greenland ini adalah yang terparah sejak pertama kali dipantau pada 1950. Selain itu, kadar es yang hilang akibat hujan ini juga tujuh kali lebih besar dari rata-rata pencairan es harian tahun ini.
Sementara Data National Science Foundation's Summit Station, menunjukkan 7 miliar ton hujan telah mengguyur selama lebih dari 24 jam. Peristiwa ini mengakibatkan pencairan es dengan luas 872 ribu kilometer persegi atau setara dengan ukuran negara Namibia di Afrika.
Meski demikian, NASA menyebut pencairan es di Greenland pada puncak musim panas di 14 Agustus ini berselisih sedikit dengan peristiwa pencairan es besar-besaran di Greenland pada 28 Juli. Saat itu, pencairan es seluas 881 ribu kilometer persegi itu merupakan peristiwa pencairan ketujuh terbesar yang tercatat.
Es di kutub utara dan selatan mencair dengan cepat seiring dengan perubahan iklim akibat aktivitas manusia. Sebuah laporan iklim utama PBB yang dirilis bulan ini menyimpulkan bahwa pembakaran bahan bakar fosil menyebabkan pencairan Greenland selama dua dekade terakhir.
Sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam jurnal Cryosphere menemukan bahwa Bumi telah kehilangan 28 triliun ton es sejak pertengahan 1990-an. Sebagian besar es yang mencair itu berasal dari Kutub Utara, termasuk lapisan es Greenland.