Jakarta, CNN Indonesia --
Twitter meluncurkan sistem deteksi buat melacak akun palsu dan mencegah kampanye manipulatif atau hoaks yang marak terjadi di media sosial.
Kepala Global Integritas Situs Twitter, Yoel Roth, mengatakan pihaknya melakukan analisis akun palsu yang diidentifikasi lewat beberapa cara. Di antaranya lewat profil pengguna, foto, konten yang dibagikan di kolom cuitannya.
"Saat ini kita melihat satu per satu sinyal ini untuk mengidentifikasi apakah akun ini palsu atau tidak," ujar Roth secara virtual tentang manipulasi platform dengan jurnalis Asia-Pasifik, Jumat (17/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Roth mengatakan profil di akun seseorang juga dilihat dari foto yang diunggah. Apakah foto itu sudah tersebar secara luas di jagat maya atau belum.
Dengan begitu perusahaan bisa melakukan identifikasi lanjutan apakah akun tersebut palsu atau tidak.
Selain itu ada juga identifikasi melalui teks yang disematkan di profil seperti bio atau deskripsi akun. Selain itu pihaknya mengklaim melakukan pengecekan lokasi dari postingan pengguna.
"Kita juga melihat orang lain memiliki informasi menyesatkan. Kalau orang mengklaim di Hong Kong tapi mereka login dari satu server di Ukraina, itu bisa dijadikan salah satu sinyal bahwa mereka berupaya mengelabui orang dengan mengoperasikan satu profil yang menyesatkan atau palsu," ujar Roth.
Roth mencatat hingga kini terdapat ribuan akun yang mendaftar di Twitter setiap jam. Dengan banyaknya pendaftar, Twitter melakukan identifikasi apakah ada akun yang mirip atau saling berkaitan satu sama lain.
Misalnya ada beberapa akun baru yang dibuat dengan email yang sama, nomor telepon, alamat, lokasi maupun waktu pendaftaran yang sama ketika mendaftar. Dengan cara itu akun bodong yang kerap digunakan buat tujuan menyesatkan atau mengelabui orang bisa diminimalisir.
Selain sederet metode di atas, pihaknya juga memberikan arsip data yang dianggap Twitter menyebarkan kampanye manipulatif. Pihaknya menerbitkan data lengkap sebanyak 9TB yang dapat diakses di dalam website bantuan Twitter.
"Sejak kami luncurkan arsip ini di tahun 2018 kami telah mengungkapkan jutaan twit, data gambar dan video 9 TB yang terdiri dari 17 negara dengan 37 kampanye terpisah," ucap Roth.
Roth mengatakan dengan memaparkan data itu masyarakat diharapkan bisa memahami dengan tepat apa yang terjadi dan apa yang menjadi bagian dari suatu bentuk kampanye yang memberikan pengaruh menyesatkan di Twitter.
"Tujuan kami melakukan ini adalah kami meyakini bahwa kami bertanggung jawab untuk menyediakan transparansi bagi pengguna, peneliti, pemerintah serta kepada umum tentang kampanye disinformasi yang terjadi di twitter," ucap Roth.
Roth mengatakan keterbukaan itu merespons hasil penelitian yaitu metode pemblokiran atau take down konten yang kerap dilakukan Twitter tak cukup untuk melindungi pengguna dari merebaknya berita bohong. Alhasil mereka memilih melakukan transparansi supaya masyarakat memahami dan mengetahui contoh disinformasi.