LAPAN menyampaikan badai Matahari, khususnya CME, yang menghantam Bumi dapat memicu terjadinya badai geomagentik.
Selain itu, arus induksi geomagnetik (GIC) juga dapat timbul akibat adanya terjangan partikel berenergi tinggi dari Matahari yang berasal dari CME atau angin Surya berkecepatan tinggi. GIC ini dapat memiliki kuat arus rata-rata sebesar 10-15 A dan dapat mencapai 100 A dalam waktu beberapa menit.
Arus listrik sebesar ini dapat mengalir melalui jaringan listrik tegangan tinggi dan merusak trafo yang beroperasi pada jaringan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari Phys.org, fisikawan surya Badan Antariksa dan Penerbangan Amerika Serikat (NASA), David Hathaway, menyatakan Siklus Matahari 25 yang mencapai puncak pada 2022 mendatang bisa menjadi salah satu yang terlemah selama berabad-abad.
"Perlambatan yang kita lihat sekarang berarti bahwa Siklus Matahari 25, yang mencapai puncaknya sekitar tahun 2022, bisa menjadi salah satu yang terlemah selama berabad-abad," kata Hathaway.
Siklus Matahari 25 adalah saat visi eksplorasi luar angkasa harus mekar secara penuh. Siklus yang lemah artinya tidak perlu terlalu mengkhawatirkan tentang semburan Matahari dan badai radiasi.
Di sisi lain, sinar kosmik harus lebih dikhawatirkan. Sinar kosmik adalah partikel berenergi tinggi dari luar angkasa; mereka menembus logam, plastik, daging dan tulang. Astronot yang terpapar sinar kosmik mengembangkan peningkatan risiko kanker, katarak, dan penyakit lainnya. Ironisnya, letupan Matahari yang menghasilkan radiasi, menyapu sinar kosmik yang bahkan lebih mematikan.
(mts/ayp)