Jakarta, CNN Indonesia --
Pusat Riset Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Pussainsa-LAPAN) menyatakan bulan purnama astronomis tidak selalu jatuh di tanggal 15 dalam penanggalan Hijriah.
Peneliti Pussainsa-LAPAN, Andi Pangerang, mengatakan puncak bulan purnama dapat terjadi antara tanggal 14 hingga 16 dalam penanggalan hijriah.
Penanggalan Hijriah adalah penanggalan yang digunakan oleh umat Islam di mana sistemnya didasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi bumi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fenomena yang digunakan untuk menandai tanggal 1 setiap bulan adalah ketika bulan sabit muda yang sangat tipis terlihat, lazim disebut hilal, beberapa saat setelah matahari terbenam. Pergantian hari dalam penanggalan Hijriah dimulai sejak matahari terbenam.
"Jatuhnya purnama astronomis tidak selalu jatuh pada tanggal 15 dalam penanggalan Hijriah, melainkan dapat terjadi pula pada tanggal 14 maupun tanggal 16 penanggalan Hijriah," ucap Andi seperti dikutip dari situs resmi LAPAN.
"Sehingga, puncak Bulan Purnama dapat terjadi antara tanggal 14-16 dalam penanggalan Hijriah bergantung dari jatuhnya tanggal 1 penanggalan Hijriah maupun jatuhnya purnama astronomis," imbuhnya.
Dia melanjutkan, hilal biasanya muncul beberapa jam setelah fase bulan baru astronomis, di mana bulan baru itu ditandai oleh nilai bujur ekliptika matahari maupun bulan yang bernilai sama.
Dengan kata lain, selisih bujur ekliptika antara matahari dan bulan bernilai nol derajat. Bujur ekliptika adalah sudut ditempuh benda langit di sepanjang ekliptika atau bidang edar yang diukur dari titik pertama Aries atau perpotongan antara ekliptika dengan ekuator langit atau perpanjangan ekuator Bumi yang memotong bola langit.
Selang waktu dari bulan baru ke bulan baru berikutnya berkisar antara 29 hari 5,5 jam hingga 29 hari 20 jam.
Andi menyatakan, hal Inilah yang membuat terkadang umur bulan dalam penanggalan Hijriah terkadang 29 hari, 30 hari
"Kemunculan hilal berkisar antara 5 hingga 25 jam setelah fase bulan baru astronomis. Sedangkan, selang waktu dari bulan baru astronomis hingga purnama astronomis berkisar antara 13 hari 21,6 jam hingga 15 hari 14,7 jam antara tahun 1000 Hijriah hingga 2000 Hijriah. Purnama astronomis ditandai oleh selisih antara bujur ekliptika matahari dan bulan sebesar 180 derajat," ucap dia.
"Oleh karenanya, purnama juga disebut sebagai oposisi atau istiqbal yang berarti membelakangi atau berlawanan, karena selisih maksimum bujur ekliptika matahari dan bulan sebesar 180 derajat yang juga merupakan purnama astronomis, maka purnama astronomis dapat disebut juga sebagai puncak purnama," sambungnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>
Andi menerangkan, kemunculan hilal rata-rata 15 jam setelah fase bulan baru astronomis, sementara selang waktu dari bulan baru astronomis hingga purnama astronomis rata-rata 14 hari 18,4 jam.
Jika hilal muncul sekitar 15 jam setelah bulan baru astronomis, sementara selang waktu dari bulan baru astronomis hingga purnama astronomis sekitar 14 hari 18 jam, maka selang waktu dari munculnya hilal hingga Purnama astronomis sekitar 14 hari 3 jam atau dibulatkan menjadi 14 hari.
Demikian juga jika hilal, menurutnya, muncul sekitar 25 jam setelah bulan baru astronomis, sementara selang waktu dari Bulan Bar astronomis hingga purnama astronomis sekitar 15 hari 14 jam, maka selang waktu dari munculnya hilal hingga purnama astronomis sekitar 14 hari 13 jam atau dibulatkan menjadi 14 hari.
Akan tetapi, Andi menyampaikan, jika hilal muncul sekitar 25 jam setelah bulan baru astronomis, sementara selang waktu dari bulan baru astronomis hingga purnama astronomis sekitar 13 hari 22 jam, maka selang waktu dari munculnya hilal hingga purnama astronomis sekitar 12 hari 21 jam atau hampir 13 hari.
Pun begitu, jika hillal muncul sekitar 5 jam setelah bulan baru astronomis, sementara selang waktu dari Bulan Baru astronomis hingga purnama astronomis sekitar 13 hari 22 jam, maka selang waktu dari munculnya hillal hingga purnama astronomis sekitar 13 hari 17 jam atau dibulatian menjadi 14 hari.
Sedangkan, jika hilal muncul sekitar 5 jam setelah bulan baru astronomis, sementara selang waktu dari bulan baru astronomis hingga purnama astronomis sekitar 15 hari 14 jam, maka selang waktu dari munculnya hilal hingga purnama astronomis sekitar 15 hari 9 jam atau dibulatkan menjadi 15 hari
Andi menerangkan, patokan yang digunakan ialah tengah hari karena merupakan waktu di antara terbit dan terbenam matahari. Jika purnama astronomis terjadi setelah tengah hari, maka iluminasi bulan akan maksimum saat terbenam matahari setelah tengah hari, sedangkan iluminasi bulan saat terbit matahari sebelum tengah hari lebih kecil dibandingkan dengan iluminasi bulan saat terbenam matahari setelah tengah hari.
[Gambas:Photo CNN]
Sementara itu, jika purnama astronomis terjadi sebelum tengah hari, maka iluminasi bulan akan maksimum saat terbit matahari sebelum tengah hari, sedangkan iluminasi bulan saat terbenam matahari setelah tengah hari lebih kecil dibandingkan dengan iluminasi bulan saat terbit matahari sebelum tengah hari.
"Sederhananya, jika purnama astronomis terjadi berdekatan dengan terbit ataupun terbenam matahari, maka iluminasi bulan akan maksimum sesuai dengan waktu yang berdekatan tersebut, baik ketika terbit maupun terbenam matahari," ujarnya.
[Gambas:Video CNN]