Fenomena hujan meteor Arid yang dapat disaksikan dari arah Selatan-Barat Daya hingga Barat Daya Bumi pada awal Oktober 2021. Fenomena itu disebut belum pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Peneliti Pusat Riset Sains Antariksa (Pussainsa) Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (LAPAN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang menjelaskan hujan meteor itu mulai menyembur sejak pekan lalu. Para astronom memprediksi puncak aktivitasnya akan terjadi beberapa hari ke depan.
"Hujan meteor ini terlihat redup melalui instrumen radar bagi beberapa wilayah paling selatan di belahan selatan Bumi yang masih bisa dihuni manusia seperti Argentina, Chile dan Selandia Baru," ujar Andi lewat keterangan tertulis, Jumat (8/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi penduduk Bumi yang wilayahnya kedapatan fenomena hujan meteor Arid dapat menyaksikan 20 menit setelah terbenam Matahari, dari arah Selatan-Barat Daya hingga Barat Daya selama 3,5 jam hingga pukul 21.30 waktu setempat.
Lihat Juga : |
Sedangkan yang berada di Bumi belahan utara tetap dapat menyaksikan hujan meteor ini, meskipun lokasi pengamatan terbaik hujan meteor ini berada di belahan selatan Bumi.
Dia mengatakan hujan meteor umumnya memang terjadi setiap tahun ketika debu komet maupun asteroid berpapasan dengan orbit Bumi mengelilingi Matahari.
Namun untuk kasus hujan meteor Arid ini, ketika debu komet 15P/Finlay sebagai objek induk hujan meteor tersebut diketahui tidak pernah berpapasan dengan orbit Bumi.
Hal itu dikarenakan ukuran debu komet yang kecil, ditambah angin surya dari Matahari yang dapat mengubah posisi debu komet menjadi bergeser dari posisi semula.
Dia menjelaskan awalnya hujan meteor itu dinamai 'Finlay-id' berdasarkan nama objek induknya. Penamaan ini tentu mengingatkan hujan meteor Draconid yang semula dinamai Giancobinid, sesuai nama penemunya.
Konfirmasi pengamatan terbaru menunjukkan bahwa hujan meteor tersebut muncul dari konstelasi Ara, yang merupakan konstelasi di langit selatan terletak di antara konstelasi Centaurus atau disebut konstelasi manusia kuda dan Lupus dan si serigala.
Nama Ara diambil dari bahasa latin yang berarti altar atau pedupaan. Hal itu dikarenakan figur bintang yang menyerupai altar. Oleh karenanya, hujan meteor ini dinamakan Arid sesuai lokasi kemunculan hujan meteor tersebut.
Lihat Juga : |
Andi menjelaskan nama Ara sudah ditambahkan ke dalam Daftar Kerja Hujan Meteor IAU (Uni Astronomi Internasional) berdasarkan laporan pengamatan tertanggal 1 Oktober 2021 oleh Biro Pusat untuk Telegram Astronomi di Universitas Harvard.
Hujan meteor ini mula-mula terdeteksi melalui kamera pemantau meteor Camera for Allsky Meteor Surveillance (CAMS) di Selandia Baru, berturut-turut pada tanggal 28 dan 29 September.
Selain itu radar meteor Southern Argetina Agile Meteor Radar Orbital System (SAAMERS-OS) di Pulau Tanah Api, Tierra del Fuego Argentina Selatan juga mendeteksi hujan meteor ini, setidaknya selama tiga jam pada tanggal 29 September 2021.
Jauh sebelumnya, di tahun 1995, debu komet 15P/Finlay pertama kali menyembur selama perihelion 1995. Semburan kedua terjadi pada tahun 2008 dan menyusul enam tahun setelahnya di tahun 2014. Berdasarkan tiga pengamatan semburan debu komet sebelumnya, puncak hujan meteor Arid diprediksi pada tanggal 7 Oktober 2021 pukul 10.55 WIB / 11.55 WITA / 12.55 WIT.
Lebih lanjut Andi menjelaskan bahwa ukuran inti komet 15P/Finlay sebesar 1,8 kilometer. Debu komet ini hanya berukuran seperti butiran pasir, sehingga hujan meteor ini bergerak cukup lambat di kelajuan 38.880 kilometer per jam, sehingga cukup sulit diamati.
"Meskipun terbilang lambat tidak tertutup kemungkinan data pengamatan hujan meteor ini dapat terkumpul dengan cukup dari berbagai belahan Bumi," tutur Andi.
(can/mik)