Jakarta, CNN Indonesia --
Sebagian orang percaya bahwa telur bisa berdiri tegak saat terjadi ekuinoks atau ketika Matahari tepat berada di atas wilayah tertentu yang dikenal sebagai hari tanpa bayangan.
Peristiwa ekuinoks juga membuat panjang siang dan malam di wilayah yang dilewati berdurasi sama panjang. Sebab, jika tak di waktu ekuinoks, lama waktu siang dan malam bisa berbeda. Sebagai contoh di Indonesia, waktu siang saat bulan Desember akan lebih panjang ketimbang Mei. Sehingga, waktu Matahari terbenam di Desember bisa mendekati pukul 18:30.
Ketika terjadi ekuinoks yang membuat panjang waktu siang dan malam seimbang, beredar mitos fenomena ini bisa membuat telur berdiri tegak. Sebab, ekuinoks diklaim jadi momen keseimbangan ketika kekuatan tata surya menjadi sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mitos ini lantas membuat ritual menegakkan telur saat ekuinoks menjadi populer. Ritual ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di berbagai negara dunia.
Keterlibatan telur ketika terjadi fenomena alam sudah jadi bagian dari masyarakat sejak lama. Masyarakat China, tepatnya di Chungking, bekas ibukota sementara China, masyarakatnya menyambut datangnya musim semi dengan mendirikan telur, seperti dikutip AP.
Saking ramainya perayaan itu, Annalee Jacoby, koresponden dari majalah LIFE, pernah menulis khusus perayaan itu pada edisi 19 Maret 1945.
Perayaan itu pun sampai di telinga masyarakat Amerika Serikat dan tak lama kemudian warga Paman Sam itu ikut latah, mendirikan telur ketika musim semi datang pada 20 atau 21 Maret.
Di Indonesia, perayaan ini juga sempat dilakukan warga Pontianak yang merayakan ketika kota itu dilewati Matahari tepat berada di garis khatulistiwa.
Eksperimen peneliti
Namun benarkah fenomena ekuinoks mempengaruhi tarikan gravitasi sehingga telur lebih mudah didirikan? Sejumlah pembuktian ilmiah menjawab itu semua sebagai mitos belaka.
Keraguan itu menyebabkan peneliti menyelidiki kebenaran telur berdiri ketika ada ekuinoks. Frank D. Ghigo yang sejatinya adalah astronom sempat melakukan pembuktian.
Eksperimen Ghigo memakai empat sampel berisi selusin telur yang berlansung mulai 27 Februari hingga 3 April 1984, termasuk fenomena ekuinoks yang jatuh pada 20 Maret 1984. Dari eksperimennya, Ghigo menyimpulkan telur bisa didirikan kapan saja, tak peduli ada ekuinoks atau tidak.
"Hasilnya, sejauh yang saya tahu, tidak begitu banyak hubungan antara fenomena astronomi dan telur yang bisa berdiri. Ini sekadar fungsi dari bentuk telur dan permukaannya," kata Ghigo seperti yang dilaporkan oleh Associated Press pada 1987 silam.
Ghigo lalu berpendapat bahwa keberhasilan mendirikan sebuah telur ditentukan dari usaha dan suasana hati seseorang. Selama eksperimen yang ia lakukan, Ghigo meyakini semakin gugup atau tergesa seseorang, sangat sulit untuk mendirikan telur.
"Saya rasa saya jadi lebih jago berkat latihan terus-menerus."
Di sisi lain, Ghigo mengaku tidak ingin merusak kesenangan orang lain. Sehingga, ia tetap mendukung perayaan musiman dengan mendirikan telur yang sudah menjadi ritual.
Selain itu, sekelompok pelajar di Mancelona Middle School, Michigan, AS, pernah melakukan eksperimen serupa dengan telur pada 16 Oktober 1999. Lisa Vincent, seperti dikutip dari Business Insider, memamerkan keberhasilan mereka mendirikan telur tanpa "bantuan" ekuinoks.
Hebatnya lagi, Vincent dan muridnya berhasil mendirikan telur di ujungnya yang lebih lancip dan tetap berdiri hingga lebih dari sebulan lamanya.
[Gambas:Photo CNN]
Tak ada korelasi
Rhorom Priyatikanto, peneliti dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN), sepakat bahwa tak ada korelasi antara fenomena ekuinoks dengan telur yang bisa didirikan dengan mudah. Menurutnya apa yang diyakini masyarakat sekadar mitos belaka.
"Saya kira sih mendirikan telur bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja," tukas Rhorom, saat dihubungi CNNIndonesia.comvia pesan teks, Rabu (21/3).
Meski demikian, Rhorom menyebut bahwa hal ini hanya sebatas pemikirannya dan belum dibuktikan secara ilmiah.
"Saya tadi bisa dirikan telur di khatulistiwa saat puncak/kulminasi.Saya belum coba di tempat lain...Tadi ada juga yg gagal mendirikan telur meski sudah di khatulistiwa dan saat kulminasi matahari," tambahnya.