Kabar tentang rencana peleburan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBM Eijkman) sudah muncul sejak delapan bulan lalu. Belakangan setelah benar-benar dilebur di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), namanya diubah menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman (PRBM Eijkman).
Peleburan merupakan konsekuensi dari Pasal 48 Undang-undang nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pasal tersebut mengatur tentang pembentukan BRIN.
Peraturan Presiden kemudian diterbitkan sebagai aturan turunan UU tersebut seperti Perpres nomor 33 tahun 2021 dan Perpes nomor 78 tahun 2021 untuk memastikan arah riset sesuai haluan Pancasila.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perpres itu berdampak pada 39 institut/lembaga penelitian milik Negara, termasuk yang bernaung di bawah kementrian. Eijkman tidak terkecuali. Meski kerap dipandang sebagai lab independen atau bahkan non-pemerintah, Eijkman tetap dianggap merupakan unit riset negara karena bernaung di bawah Kemenristek (dibubarkan sejak 2021).
Dalam 30 tahun keberadaannya, menurut Ketua BRIN LT Handoko dalam wawancara dengan Program Newscast CNN Indonesia Selasa (05/01), Eijkman bermasalah dalam pengelolaan kelembagaannya. Handoko tak merinci apa masalah yang dimaksud.
"Eijkman itu memakai dana APBN, memakai uang negara, melalui Kemristek. Jadi itu tidak bisa dibenarkan, praktik seperti itu. Kalau kita pakai uang negara ya harus mengikuti pemerintah," kata Handoko.
"Itu problem lama sejak 30 tahun lalu. Kita semua tahu itu, yang lebih dalam. Kelembagaannya problem," lanjutnya.
Yang tak banyak diduga adalah tata cara peleburan yang akhirnya membuat Eijkman porak-poranda. Banyak pegawai tak siap karena kabar penentuan status pegawai dianggap belum jelas sebelumnya.
"Kami (sempat) mendengar kabar soal ini. Tetapi dari mulut ke mulut, orang per orang. Itu kan bikin bingung. Sementara keputusan kelembagaan kan mestinya resmi, dengan bersurat, supaya bisa kita pegang sebagai dasar," kata Profesor Herawati Supolo-Sudoyo, Kepala Laboratorium Genome Diversity Eijkman.
Hera dan para peneliti senior Eijkman dibuat terperangah ketika Kepala BRIN menunjuk Dr Wien Kusharyanto menggantikan kepala Eijkman, Prof Amin Subandrio September lalu. Penggantian itu menurut Hera dilakukan tanpa pemberitahuan di tengah fokus Eijkman pada vaksin Merah Putih dan sederet proyek riset lain.
Puncaknya pada Oktober pegawai mendapat pemberitahuan BRIN tentang syarat peleburan terkait status sekitar 160 pegawai Eijkman. Mereka yang belum berstatus ASN diminta mengikuti beberapa skema ASN yang ditawarkan BRIN agar tak diberhentikan.
Skema ini menurut Kepala BRIN Laksana Tri Handoko adalah cara agar pegawai tak kehilangan pekerjaan.
"Yang diberhentikan itu kemudian harus diberhentikan karena kita tidak bisa merekrut orang seenaknya sendiri. Tetapi itu kan kami kemudian memberikan opsi: jadi itu dari 71 periset yang non-PNS. Yang honorer sudah 3 kami minta untuk ikut penerimaan ASN bulan Oktober kemarin dan semua tidak ada yang mundur. Bulan Desember sudah keluar hasilnya dan semua diterima."
Tetap saja masih ada lebih dari 110 orang dengan status non-ASN. Asisten peneliti, yang merupakan tulang punggung kegiatan lab dan sebagian besar adalah pegawai dengan pendidikan S2, diminta mengurus bukti penerimaan studi S3 agar dapat menjadi ASN. Tetapi kepada mereka diberikan waktu pengurusan hanya sebulan. Beberapa akun di laman Twitter menceritakan pengalaman sebagai pegawai Eijkman dan kemustahilan memenuhi syarat skema penerimaan ASN ini.
Akademi Ilmuwan Indonesia, ALMI, dalam rilis yang terbit Rabu (06/01) mengkritisi tata cara tersebut. Keputusan melebur Eijkman, menurut ALMI, "diambil dan diterapkan tanpa kebijakan transisi dengan waktu dan informasi yang memadai. Hal ini menyebabkan diskontinuitas sebuah tim riset kelas dunia yang solid."
Sejak ramai diberitakan soal kisruh dan perombakan Eijkman, alumni Eijkman menurut Hera Supolo mendapat berbagai tawaran dari universitas, kementerian dan kalangan industri dalam dan luar negeri.
"Beberapa universitas mengulurkan tangan, menawarkan bantuan: UGM, UI. Tapi dengan waktu satu bulan, ini sangat sulit jadi tidak dimungkinkan," kata Hera.
Dalam upaya menyelamatkan serangkaian penelitian yang masih bisa diselamatkan, para peneliti senior telah bertemu dengan pimpinan RSCM yang selama ini merupakan pemilik lahan laboratorium sekaligus pemakai sebagian jasa laboratorium Eijkman. Pertemuan menyepakati setidaknya sebagian kegiatan lab tetap berada di kawasan.
"Sudah disepakati alat dan lab yang dipakai untuk kepentingan RSCM, seperti Lab Genetika Klinik, Lab Nutrisi, bisa tetap dipertahankan di RSCM. Jadi kami yang masih bisa bekerja ya tetap bekerja karena proyek kan harus tetap jalan," tambahnya.
Korban pertama peleburan selain pegawai adalah nasib surveilans genom SARS-CoV 2 di Indonesia. Eijkman dengan Lab BSL-3 nya sudah terbukti dengan kemampuan deteksi patogen pada manusia lengkap dengan tenaga cakap untuk mengoperasikannya.
Sejak pandemi sudah ribuan genom Covid disekuens oleh lab Eijkman melalui proyek Waspada Covid (WasCov). Proyek ini sangat penting menandai pandemi di Indonesia karena merupakan yang pertama mengidentifikasi kasus Covid pada Februari 2020 setelah Pemerintah selama dua bulan membantah penularannya di Indonesia.
Tim WasCov Eijkman mengucapkan selamat tinggal melalui posting di Twitter awal pekan lalu, tanpa merinci alasannya.
Kehilangan tim surveilans dan sekuens genom Covid di Eijkman juga meninggalkan pertanyaan mengingat rencana menjadikan Indonesia sebagai salah satu hub untuk surveilans pandemi global yang rencananya akan diresmikan pada pertemuan G20 tahun ini di Indonesia.